Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/12/2021, 23:09 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Kain ramah lingkungan untuk fesyen berkelanjutan akan menjadi tren tersendiri, karena tren penggunaannya akan terus meningkat.

Hal itu terlihat dari persyaratan Eropa dan beberapa negara-negara maju seperti Jepang kepada perusahaan tekstil di Tanah Air.

"Negara-negara di Eropa sudah mulai meminta dan mensyaratkan produk yang diekspor paling sedikit 25 persen harus mengandung benang recycle."

Demikian dikatakan Direktur PT Gistex, Welly Tjondroatmoko dalam perbincangan dengan Kompas.com, Jumat (17/12/2021).

Benang recycle yang dimaksud adalah bahan baku kain yang dihasilkan dari daur ulang botol plastik. Botol-botol tersebut didaur ulang dan dibuat menjadi benang polyester.

Baca juga: Tips Daur Ulang Sampah Belanja Online agar Jadi Ramah Lingkungan

"Kami menamakannya recycle polyester. Untuk memproduksi itu, perusahaan kami sudah disertifikasi Global Recycle Standar (GRS)," beber Welly.

Beberapa tahun ini, syarat yang ditetapkan Eropa paling sedikit 25 persen. Jumlah itu akan terus meningkat, hingga tahun 2030 nanti, harus 100 persen.

Itu artinya, tren peggunaan kain ramah lingkungan pun akan terus meningkat di dunia.

"Customer dari Jepang juga minta hal yang sama dan kami sudah siap. Ini akan menjadi global trend," ucap dia.

Kain ramah lingkungan biasanya digunakan untuk semua fashion dari atasan sampai bawahan.

Bahkan selain untuk kebutuhan fashion, produk furniture pun menggunakan kain ramah lingkungan.

Welly mengatakan, kain tersebut hanya salah satu inovasi yang dikeluarkannya. Ada banyak inovasi lainnya, di antaranya Gistex Go Green.

Gistex Go Green adalah program meminimalisasi pemakaian barang non recycle dan memaksimalkan pemakaian barang yang ramah lingkungan.

Baca juga: 3 Hal Ramah Lingkungan yang Perlu Dipertimbangkan saat Membeli Jeans

Seperti penggunaan solar cell, 20 persen buangan air limbah digunakan kembali, hingga air yang dibuang di outfall, dan disalurkan ke Sungai Citarum merupakan air bersih hasil dari pengolahan IPAL.

Welly mengungkapkan, perusahaannya ikut terdampak pandemi, terutama di masa awal pandemi melanda.

Banyaknya negara yang lockdown, membuat tidak ada permintaan dan sulitnya pengiriman barang.

Kondisi beranjak membaik terlihat dari ekspor yang kembali berjalan. Pada 2020, nilai ekspornya hanya 30 persen dan di tahun ini mencapai 70 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com