Kecemasan antisipatif berkaitan dengan kekhawatiran soal masa depan dan sebenarnya adalah hal yang normal.
Namun penderita eco-anxiety akan merasakannya pada level yang ekstrem dan khawatir dengn berbagai gejala alami.
“Ketika kita tidak merasa aman, kita secara alami memindai lingkungan kita untuk mendeteksi tanda-tanda ancaman,” Carla Marie Manly, seorang psikolog klinis yang berbasis di California.
Rasa bersalah biasanya muncul setelah menyadari gaya hidup kita berdampak buruk pada lingkungan.
Termasuk kebiasaan menggunakan produk berbahan plastik, memproduksi sampah dan perilaku lainnya.
Otak dirancang untuk mengingat pengalaman negatif daripada positif sehingga kita cenderung mengenang perilaku buruk tersebut.
Pikiran obsesif yang terlalu fokus mencari segala informasi berkaitan dengan lingkungan bisa menjadi gejala kecemasan ini.
Perilaku ini menjadi tindakan kompulsif yang dipicu kurangnya keamanan dan kontrol internal.
Kita tak bisa berhenti menyimak berbagai berita soal kerusakan iklim baik dari media massa, media sosial maupun laporan terkini untuk memastikan kondisi saat ini.
Isu global warming memerlukan tindakan kolektif dari semua orang untuk melakukan perbaikan.
Baca juga: Teman Alami Gangguan Kecemasan, Hindari 6 Komentar Ini
Wajar jika kita kesal dengan orang lain yang masih terus melakukan kebiasaan yang tak ramah lingkungan seperti menggunakan plastik atau popok sekali pakai.
Namun kebenciaan mendalam sangat tidak disarankan karena bisa menguras tenaga dan berkontribusi pada pola pikir negatif.
Gangguan eco-anxiety memicu kita melakukan perubahan ekstrem untuk perilaku yang lebih ramah lingkungan.
Padahal ini bisa membuat kita kewalahan dan kelelahan sehingga merugikan diri sendiri.
Lakukan perubahan dengan hal kecil seperti membawa tas belanja sendiri atau menggunakan produk daur ulang.