Mengutip pendapat seorang psikolog berpengaruh asal AS, Maslow, ia mengungkapkan bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki kebutuhan akan rasa cinta dan ingin memiliki.
Hal ini mendorong seseorang untuk menjalin hubungan emosional dengan orang lain, yang jika tidak terpenuhi akan memunculkan rasa kesepian.
"Selain itu, manusia juga memiliki dorongan untuk memelihara, merawat, dan membantu (nurturance)," kata Tri.
"Bisa jadi memiliki dan memelihara spirit doll tersebut dapat menjadi tempat untuk menyalurkan dan melampiaskan dorongan tersebut," tambahnya.
"Karena pada kenyataannya, tidak semua orang siap memiliki anak, atau tidak memenuhi syarat untuk mengadopsi anak bagi mereka yang belum siap secara fisik dan mental."
Selama mempersiapkan diri sebagai orangtua, Tri mengatakan bahwa spirit doll bisa menyalurkan naluri mengasuh karena risikonya lebih kecil dan relatif lebih mudah dipelihara.
Tri mengatakan bahwa ada 'bahaya' secara psikologis ketika seseorang memperlakukam spirit doll-nya secara berlebihan.
Ia menyebut, seseorang bisa kehilangan realitasnya jika terikat emosi yang kemudian membangun realitas sendiri yang sifatnya semu.
"Mengganggap boneka tersebut bernyawa atau ada arwahnya dan memberikan fasilitas yang berlebihan, cenderung mengarah pada hal-hal yang sifatnya mubazir," ungkap Tri.
"Jika sudah demikian, ada baiknya lingkungan sosial segera membantu yang bersangkutan untuk kembali pada realitas yang sesungguhnya. Bila perlu melibatkan bantuan profesional bila mulai menampakkan gejala yang semakin menyimpang," ujarnya.
Saran yang dikemukakan Tri juga senada dengan yang disampaikan dokter spesialis kedokteran jiwa RS Omni Alam Sutera, dr. Andri, Sp.Kj., FAPKM.
Ia menjelaskan bahwa ketika seseorang menganggap spirit doll-nya bisa memberi tanggapan, berbicara, atau mendengar maka memeriksakan diri ke psikolog atau psikiater adalah solusinya.
Apalagi jika orang yang bersangkutan tidak bisa membedakan bahwa kehidupan yang dijalani dengan spirit doll bukanlah hal yang nyata, melainkan hanya permainan belaka.
"Karena tentunya keadaan seperti itu di luar daripada kejiwaan atau kenormalan," imbuhnya.
Baca juga: Latih Keterampilan Empati Anak dengan Bermain Boneka
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.