Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andon Hestiantoro
Guru Besar FK UI

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ketua Cluster Human Reproduction, Infertility and Family Planning, IMERI, UI
Manajer Kerjasama, Ventura dan Hubungan alumni, FKUI

Pengajar dan Peneliti pada Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Gangguan Haid Remaja Selama Pandemi

Kompas.com - 17/01/2022, 17:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam dua atau tiga tahun pertama setelah menarche, remaja putri umumnya memiliki siklus haid yang masih belum teratur.

Ketidakteraturan tersebut tergolong normal pada kebanyakan anak perempuan. Namun, perlu diwaspadai kaitannya dengan peningkatan risiko sindrom ovarium polikistik dan disfungsi ovarium pada sebagian kecil remaja putri.

Dalam beberapa kondisi, remaja, orang tua, dan dokter perlu dididik tentang siklus haid yang normal bagi remaja putri.

Gadis remaja harus mampu melakukan pencatatan siklus haid mereka sehingga jika timbul keluhan pada siklus haid mereka, maka petugas kesehatan atau dokter dapat memberikan terapi yang tepat.

Indeks massa tubuh (IMT) adalah indeks sederhana dari perbandingan antara berat badan terhadap tinggi badan, yang dapat digunakan untuk membuat klasifikasi kategori tubuh seseorang.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dalam bentuk klasifikasi nasional, telah menetapkan kategori tubuh kurus jika perempuan memiliki IMT 17 – 18,4 atau kurang, kategori normal jika IMT pada 18 – 25, kategori kegemukan jika IMT 25,1 – 27 atau lebih.

IMT memiliki korelasi positif dengan kandungan lemak di dalam tubuh.

Selain itu terdapat pula indikator lain yang dapat dimanfaatkan untuk mengukur timbunan lemak pada daerah organ visceral, adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang.

Timbunan lemak pada organ visceral berkorelasi positif dengan kejadian sindrom metabolik, seperti resistensi insulin, diabetes melitus, dislipidemia, penyakit jantung koroner, hipertensi dan stroke.

Menurut International Diabetes Federation (IDF), seorang perempuan etnis Asia akan dinyatakan menderita obesitas sentral jika memiliki lingkar pinggang lebih lebar dari 80 cm.

Riskesdas 2007 melaporkan prevalensi berat badan lebih pada anak usia 6-14 tahun anak laki–laki 9,5 persen dan anak perempuan 6,4 persen.

Riskesdas 2010 melaporkan prevalensi anak gemuk usia 6 – 12 tahun anak laki-laki 10,7 persen dan anak perempuan 7,7 persen.

Kegemukan pada perempuan, di samping disebabkan oleh faktor genetik dan epigenetik, faktor lain yang turut memengaruhi adalah adanya asupan kalori yang berlebih.

Asupan makanan dengan kepadatan energi yang tinggi seperti makanan tinggi lemak, tinggi gula, dan kurang serat akan berakhir dengan terbentuknya timbunan lemak berlebih pada tubuh.

Faktor lainnya adalah pola aktivitas fisik yang kurang atau sangat kurang sehingga menyebabkan energi yang dikeluarkan menjadi tidak maksimal dan meningkatkan kejadian kegemukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com