Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/01/2022, 14:30 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Twitter diramaikan utas terkait husband stitch atau dikenal juga dengan nama tindakan pengencangan vagina

Praktik ini berupa tindakan menjahit robekan vagina akibat persalinan pervaginam secara berlebihan demi kepuasan seksual suami.

Ironisnya, husband stitch dilakukan tanpa persetujuan istri maupun mempertimbangkan akibatnya.

Jahitan ekstra ini dianggap dapat mengembalikan dan meningkatkan kekencangan vagina pasca melahirkan.

Dikutip dari Medical News Today, praktik husband stitch muncul pada tahun 1950an dengan alibi dapat menjaga bentuk dan kerapatan vagina seperti sedia kala.

Baca juga: Mengapa Vagina Terasa Nyeri Setelah Berhubungan Seks?

Namun jahitan yang juga dikenal dengan nama husband's knot atau vaginal tuck ini bukan praktik yang diterima oleh dunia kesehatan.

Pasalnya, tindakan ini tidak memiliki dasar ilmiah dan memiliki sejumlah risiko bagi perempuan yang mengalaminya.

Dampak husband stitch bagi perempuan

Ketika melahirkan, kadang dokter atau bidan harus melakukan episiotomi, sayatan pada perineum yang merupakan area antara lubang vagina dan anus. 

Mulut vagina mungkin saja tidak cukup lebar untuk dilalui kepala bayi sehingga perlu dirobek dengan sengaja.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), episiotomi sebenarnya tidak dianjurkan untuk wanita yang menjalani persalinan pervaginam spontan.

Namun metode itu mungkin dilakukan jika terjadi komplikasi serius selama persalinan.

Baca juga: Hal Penting Soal Melahirkan Normal vs Caesar yang Perlu Diketahui

Setelah itu, dokter akan menjahit kembali robekan tersebut akan kembali seperti sebelumnya.

Namun husband stitch terjadi ketika ada jahitan ekstra yang diberikan pada perineum untuk mempersempit lubang mulut pada vagina.

Harapannya, kepuasan seksual, khususnya suami, akan tercapai dengan tindakan tersebut.

Dikutip dari akun Instagram miliknya, Bidan Ony Christy mengatakan husband stitch sebenarnya tidak dianjurkan, bahkan dilarang di beberapa negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com