Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Alami Peristiwa Traumatis, Ini yang Harus Dilakukan Orangtua

Kompas.com - 28/01/2022, 10:05 WIB
Anya Dellanita,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peristiwa traumatis yang menimbulkan rasa takut atau stres mendalam rupanya dapat terjadi pada anak-anak.

Anak bisa mengalami trauma setelah menyaksikan beberapa peristiwa, seperti kebakaran, kecelakaan lalu lintas, atau melihat orang terluka.

Hal traumatis bagi anak pun berbeda-beda.

Melansir Raising Children.net.au, peristiwa traumatis bagi anak bergantung pada bagaimana peristiwa itu berdampak pada anak dan reaksi anak terhadap peristiwa itu.

Reaksi anak pada peristiwa yang berpotensi membawa trauma dipengaruhi beberapa faktor, seperti umur, apakah pernah mengalami peristiwa traumatis sebelumnya, dan dukungan yang didapat dari orang sekitarnya.

Sifat dan tempramen anak pun berpengaruh.

Bagaimana anak melihat suatu peristiwa juga daapat berpengaruh pada stres yang dirasakannya.

Misalnya, kecelakaan akan lebih traumatis jika anak berpikir dia akan tewas karenanya.

Hal inilah yang menyebabkan reaksi dua orang anak berbeda meski mengalami peristiwa yang sama.

Umumnya, luka akibat peristiwa traumatis dapat disembuhkan, meski beberapa anak kesulitan melakukannya.

Baca juga: Bagaimana Mengatasi Trauma pada Anak?

Respons pertama jika anak mengalmi peristiwa traumatis

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menolong anak seperti ini.

Pertama, cek kondisi fisiknya, yaitu dengan mencari tanda-tanda luka atau shock, dan mencari bantuan medis jika diperlukan.

Orangtua juga sebaiknya memberi anak makanan dan minuman hangat. Namun jika anak kehilangan nafsu makannya, tidak perlu panik karena itu normal.

Lalu, temukan tempat aman yang jauh dari tempat peristiwa itu terjadi.

Anak yang masih kecil bisa dibawa ke area yang membuatnya dapat bermain game, menggambar, atau membaca, sementara anak remaja bisa dibawa ke area yang membuatnya bisa mendengarkan musik atau melakukan aktivitas kesenian lainnya.

Remaja juga bisa diberikan waktu untuk berbicara dengan teman-temannya, misalnya melalui video chat atau telepon.

Jangan lupa untuk tetap berada di sisi anak dan dengarkan jika anak ingin bercerita. Intinya, buat anak yakin bahwa semua orang di sekitarnya peduli padanya.

Orangtua juga perlu menunjukkan cara untuk menghadapi traumanya dengan tenang dan positif.

Misalnya, dengan mengatakan, “Iya, Ibu juga takut saat mobil itu menabrak kita, tapi kita aman sekarang.”

Jika kita tenang, anak pun akan tenang.

Baca juga: Cara Menghadapi Trauma Pasca-kecelakaan Lalu Lintas

Orangtua juga bisa mendorong anak untuk menghabiskan waktu dengan orang-orang yang membuatnya tenang.

Lalu, jika anak melihat seseorang yang nampak sedih, biarkan anak tahu penyebabnya.

Misalnya, dengan mengatakan bahwa seseorang akan datang membantu mereka untuk membuatnya kembali tenang.

Orangtua juga bisa memberikan anak kecil boneka untuk “dirawat.”

Sementara itu, anak yang lebih besar dapat membantu merawat hewan peliharaan atau saudara kandungnya.

Merawat orang lain dapat membantu anak tetap tenang dan membuatnya belajar mengurus dirinya sendiri.

Orangtua juga perlu jujur terkait kondisi kesehatan orang lain.

Misalnya, jika seorang anggota keluarga terluka atau meninggal, katakan sejujurnya.

Namun perlu diingat, cobalah untuk menjelaskan suatu peristiwa dengan jujur tanpa menakuti anak.

Misalnya, dengan mengatakan, “Ayah pergi ke rumah sakit dengan ambulance. Sekarang, dokter dan suster memasang peralatan khusus untuk membantunya bernapas.”

Lalu, jika anak tak mengerti apa yang terjadi, dorong dia untuk menanyakannya.

Terakhir, orangtua perlu memperhatikan kondisi anak saat mendengar berita tentang bencana atau peristiwa traumatis lainnya.

Untuk menangani masalah ini, pertama-tama orangtua harus meyakinkan anak kalau kita akan memberitahunya bila ada sesuatu.

Nah, untuk anak usia pra-sekolah, batasi berita tentang bencana, kekerasan, atau peristiwa mengerikan lain.

Namun, tetap dengarkan dan jelaskan sesuatu dengan cara yang mudah dipahami anak jika dia bertanya.

Sementara itu, anak yang berada di usia sekolah sudah bisa diberi informasi yang lebih akurat, meski harus tetap sesuai dengan umurnya.

Anak sebesar ini juga bisa diberi kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya.

Untuk anak usia remaja, orangtua dapat membantunya dengan berbicara padanya terkait apa yang dia lihat di media dan di mana dia menemukan indformasi itu.

Orangtua juga bisa menjelaskan bahwa menyaksikan peristiwa traumatis terlalu sering memang dapat membuat seseorang sedih atau stres.

Baca juga: Cara Tepat Memulihkan Trauma Anak Korban Bencana

Tanda syok pada anak

Jika kulit anak terlihat pucat dan lembap, denyut nadinya lemah atau cepat, mengeluh pusing, atau tidak dapat merespons kita, ini adalah tanda syok.

Syok disebabkan oleh cedera atau ketakutan tiba-tiba.

Syok yang disebabkan oleh ketakutan yang tiba-tiba tidak memerlukan perawatan medis segera, jadi tak perlu terlalu khawati.

Hibur saja anak dan yakinkan anak bahwa dia aman. Namun, cari pertolongan medis jika syok tidak hilang.

Lalu, jika menduga anak terluka, pergilah ke rumah sakit terdekat atau hubungi ambulans.

Mendapatkan dukungan setelah peristiwa traumatis

Mungkin, kita dan anak akan merasa stres setelah peristiwa traumatis dan terus memikirkannya, meski mungkin akan merasa lebih baik seiring waktu berjalan.

Nah, jika membutuhkan dukungan ekstra, baik bagi kita sendiri atau anak, bisa bicarakan dengan dokter umum.

Selain itu, kita juga dapat menemui psikolog, konselor, atau layanan dukungan spesialis lainnya.

Baca juga: Trauma Gempa Malang? Begini Cara Orangtua Dampingi Anak Saat Bencana

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com