Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi Timbulkan 5 Kebiasaan Kerja "Toxic" yang Rugikan Kesehatan

Kompas.com - 28/01/2022, 18:00 WIB
Anya Dellanita,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber Stylist

KOMPAS.com - Pandemi bukan hanya mengubah cara kita bekerja, tapi juga menimbulkan beberapa kebiasaan toxic alias beracun.

Misalnya saja, bekerja berlebihan hingga lembur untuk mengerjakan banyak tugas sekaligus.

Hal ini pun nampaknya akan terus berlanjut hingga pandemi usai, seperti yang diungkapkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh perusahaan asuransi Bupa UK.

Bahkan faktanya, analisis Bupa UK terhadap data penelusuran Google mengungkapkan, menjelang akhir tahun 2021, banyak karyawan di Inggris yang berusaha mencari tips untuk mengelola kebiasaan ini.

Lima kebiasaan

Baca juga: Kalimat Toxic Soal Makanan ini Harus Berhenti Diucapkan Saat Liburan

Penelusuran untuk “chronic procrastination” (penundaan kronis) pun meningkat sebanyak 53 persen pada November dan Januari saja.

Selain penundaan kronis, masih ada beberapa kebiasaan toxic lainnya yang meningkat, seperti multitasking yang naik sekitar 50 persen) dan stres karena pekerjaan yang naik sekitar 30 persen).

Lalu, ada juga tanda-tanda burnout (kelelahan) di tempat kerja yang naik sekitar 22 persen dan kelelahan dalam mengambil keputusan yang meningkat sebanyak 14 persen.

Sayangnya, meningkatnya kebiasaan toxic di atas dapat berdampak besar pada kesehatan, kepuasaan kerja, dan produktivitas.

Artinya, semua kebiasaan itu berdampak buruk bagi kebahagiaan seseorang di tempat kerja secara umum.

Untuk itu, lima kebiasaan buruk tersebut perlu ditangani dan dihilangkan.

Kebiasaan seperti penundaan kronis dan multitasking dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan kesejahteraan kita.

Baca juga: Ini Beda Kerja Produktif dengan Toxic Productivity

Penasihat wawasan perilaku utama Bupa, Lauren Gordon pun mengatakan, karena ada begitu banyak perubahan pada kehidupan kerja selama setahun terakhir, perilaku dan rutinitas kerja pun terganggu.

Menurut dia, hal ini menyebabkan banyak dari kita merasa cemas, stres, dan kecewa terhadap kehidupan kerja kita.

“Kami menemukan bahwa semakin banyak yang mencari pembahasan tentang kebiasaan kerja yang toxic tersebut di Google."

"Dan, kini semakin penting untuk mengetahui bagaimana cara untuk menangani semua sisi negatif itu,” ujar Gordon.

“Sebagai contoh, merasa lelah, membuat makin banyak kesalahan, dan mengalami brain fog (kabut otak) adalah gejala dari ‘decision fatigue’ atau kelelahan pengambilan keputusan yang dapat mengarah ke penurunan produktivitas,” lanjut dia.

Namun, isi pencarian itu tak selamanya buruk.

Baca juga: Kebiasaan Kecil untuk Tingkatkan Produktivitas Kerja di Rumah

Sebab, meski penelitian menunjukkan banyak pekerja yang khawatir tentang kebiasaan beracun itu, ada cukup banyak pekerja yang mencari cara untuk menangani dampak negatif dari perilaku-perilaku tersebut.

Beberapa kebiasaan positif pun mengalami peningkatan di penelusuran Google.

Misalnya saja, kerja tim yang efektif, keseimbangan kerja, dan perhatian penuh di tempat kerja.

Semua kebiasaan positif di atas dapat membantu mengatasi masalah umum seperti stres dan burnout.

Intinya, meski perubahan budaya kerja selama dua tahun terahir telah menimbulkan meningkatnya kebiasaan kerja toxic, kebiasaan positif pun dianggap lebih penting dari sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Stylist
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com