Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Rasa Nyeri, Kenali Efek Berbahaya Saraf Terjepit

Kompas.com - 29/01/2022, 12:45 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Penyakit herniasi nukleus pulposus (HNP), awam mengenalnya dengan saraf terjepit, akan menyebabkan rasa nyeri yang menyiksa. Tak sekadar membuat penderitanya kesakitan, HNP juga bisa menyebabkan kelemahan otot, bahkan kelumpuhan.

Dijelaskan oleh dr.Ibnu Benhadi, spesialis bedah saraf, saraf terjepit bisa terjadi akibat beberapa faktor, antara lain cedera atau jatuh, kecelakaan, proses penuaan, kelainan struktur tulang belakang, osteoporosis, adanya tumor, atau pun infeksi.

"Begitu pula jika Anda memiliki pekerjaan yang menuntut untuk mengangkat benda berat, sering membungkuk, memutar tubuh, duduk lama dengan postur yang salah, atau pun obesitas, dapat meningkatkan risiko mengalami saraf terjepit," kata dokter dari RSU Bunda Jakarta ini dalam webinar yang diadakan oleh Brain and Spince Center RSU Bunda Jakarta (27/1/2022).

Bantalan di ruas tulang belakang bekerja sebagai "shock absorber" alias peredam kejut atau tekanan. Akibat bertambahnya usia, kandungan air di dalamnya menjadi berkurang sehingga fungsinya sebagai bantalan akan menurun.

Baca juga: Sempat Galau, Hanung Bramantyo Akhirnya Operasi Saraf Kejepit karena Tidak Nyaman

Dampaknya akan muncul nyeri pinggang yang disertai dengan kesemutan, atau kebas, bergantung pada segmen yang mengalami jepitan.

Menurut Ibnu, gejala yang muncul bergantung pada lokasi atau segmen mana bantalan tulangnya menonjol.

"Tekanan pada segmen lumbal L1-L3 akan menyebabkan nyeri dan rasa kebas pada sisi depan, samping luar paha dan melemahnya otot-otot penggerak paha. Sedangkan pada segmen L4-L5 menyebabkan nyeri bokong, sisi belakang paha, betis, sampai punggung telapak kaki," katanya.

Gejala biasanya memburuk pada malam hari atau dengan gerakan tertentu (berdiri atau duduk lama), dan setelah berjalan. Gejala akan terasa membaik saat beristirahat.

“Pada awalnya gejala-gejala tersebut muncul pada salah sisi saja. Namun lama kelamaan bila dibiarkan, dapat muncul di kedua sisi tubuh," imbuhnya.

Pengobatan terkini saraf terjepit

Untuk membantu mengatasi kondisi ini, saat ini telah hadir pengobatan mutakhir dengan metode endoskopi sehingga tidak membutuhkan operasi terbuka.

RSU Bunda Jakarta memperkenalkan teknologi terbaru dari endoskopi tulang belakang, yaitu Biportal Endoscopic Spine Surgery (BESS).

BESS menggunakan teknik dekompresi sehingga dapat menghilangkan bantalan tulang yang menonjol sehingga tidak lagi menjepit saraf tulang belakang.

Baca juga: 3 Gejala Saraf Kejepit yang Perlu Diwaspadai

Arti dekompresi adalah membebaskan tekanan/jepitan (kompresi) pada saraf tulang belakang.

“Tindakan dekompresi ini dilakukan untuk membantu menghilangkan nyeri dan risiko kelumpuhan akibat adanya jepitan saraf tulang belakang. Tindakan ini dilakukan pada ruas tulang belakang, bantalan tulang belakang, atau sendi yang menyebabkan
tekanan pada saraf,” kata Dr.dr.Wawan Mulyawan SpBS, SpKP.

Keunggulan BESS dilakukan hanya dengan sayatan yang masing-masing ± 7mm saja dan proses pemulihan lebih cepat serta tingkat efektivitasnya bisa mencapai lebih dari 80 persen.

Salah satu pasien saraf terjepit yang menjalani prosedur BESS, Mulyana (48) mengatakan, tertarik dengan metode ini karena tidak membutuhkan bius total dan pemulihan lebih cepat.

"Setelah endoskopi ada perubahan. Rasa nyeri saraf terjepit tinggal sisa-sisa sedikit. Ini rasa nyerinya berbeda, mungkin karena bekas tindakan endoskopinya juga, karena baru dua minggu yang lalu tindakan," kata Mulyana.

Wawan mengatakan, keluhan saraf terjepit jangan diabaikan. Selain menurunkan kualitas hidup karena rasa nyeri terus-menerus, kondisi ini dalam jangka panjang juga bisa menyebabkan kelumpuhan.

Baca juga: Kapan Penyakit Saraf Terjepit Harus Dioperasi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com