Oleh: Alifia Putri Yudanti & Ristiana D Putri
BERGURAU atau melempar candaan adalah hal yang kerap kita lakukan bersama orang terdekat, khususnya teman.
Saat bercanda, kita bersenang-senang dengan penuh gelak tawa sehingga untuk sementara waktu, masalah hidup terlupakan.
Bahkan, menurut Psychology Today terkadang lelucon digunakan sebagai upaya untuk mengurangi kecemasan saat berinteraksi dengan orang banyak.
Juga, ia berfungsi untuk mencairkan suasana agar tetap terjaga kebersamaannya.
Akan tetapi, tak semua topik obrolan bisa dibercandakan. Ada hal-hal sensitif yang tanpa disadari bisa menyinggung lawan bicara.
Misalnya saja, saat teman menyinggung soal berat badan kita yang tak kunjung turun, lalu menertawakannya.
Tentu, hal itu tak bisa disebut sebagai candaan karena ada pihak yang tersakiti.
Saat bercanda, perlu juga diperhatikan untuk tak menyinggung topik sensitif. Sedekat apa pun seorang teman, bercanda pasti ada batasnya.
Dan, memberikan batasan pada topik candaan merupakan bentuk saling menghargai satu sama lain.
Lantas, bagaimana kalau kita terus bercanda secara berlebihan? Apakah ada dampak buruknya?
Tak sadar melakukan perundungan
Saat melontarkan lelucon berlebihan, pelaku sering kali tak sadar bahwa apa yang dilakukan itu termasuk ke dalam perundungan (bullying).
Bayangkan saja, saat berada di situasi ramai, tiba-tiba ada seorang teman yang berbicara perihal bentuk tubuh kita dan kemudian menertawakannya.
Tanpa disadari itu adalah bentuk perundungan karena kita merasa tak nyaman dengan candaan yang dilontarkan.