Oleh: Fauzi Ramadhan & Ikko Anata
SEBELUM mengikuti ujian, pastinya kita harus mempersiapkan diri dengan semaksimal mungkin agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Salah satu yang bisa kita lakukan adalah belajar dengan sungguh-sungguh.
Namun, terkadang hasil ujian tidak sesuai ekspektasi, sedangkan kita sudah berusaha maksimal. Rasa kecewa, marah, dan sedih pasti bercampur menjadi satu.
Ketika berada dalam situasi tersebut, sering kali kita lepas kendali sehingga terjerumus ke dalam rasa sedih dan kecewa yang berlebihan.
Padahal, keduanya tak baik apabila dirasakan hingga berlarut-larut. Lantas, apa yang harus dilakukan untuk bangkit dan pulih dari hal ini?
Filsafat Stoisisme jawabannya
Filsafat stoisisme merupakan aliran filsafat yang lahir pada era Helenistik. Dikutip dari artikel Bentang Pustaka, aliran filsafat ini mengajarkan manusia untuk lebih tangguh dan bahagia dengan cara mengelola ekspektasi dan menikmati dinamika kehidupan.
Dengan kata lain, aliran filsafat ini mengajarkan manusia untuk bisa mengontrol hal-hal yang terjadi dalam hidup dan bagaimana meresponsnya agar bisa menghadirkan kebahagiaan serta ketenangan.
Dalam buku Kamus Filsafat yang ditulis oleh Lorens Bagus, dijelaskan bahwa stoisisme lahir pada tahun 108 sebelum masehi di Athena dengan Zeno dari Citium sebagai pelopornya.
Mazhab Filsafat Yunani Kuno ini mengidealkan sosok manusia yang hidup selaras dengan alam, mengendalikan afeksi-afeksinya, dan menanggung penderitaan secara tenang.
Selain itu, stoisisme juga mengidealkan agar manusia memiliki hidup dengan tujuan rasa puas yang disertai kebajikan.
Kebajikan tersebut kemudian menjadi satu-satunya sumber kebahagiaan atau dapat disebut eudaimonia.
Selain itu, tujuan dari stoisisme juga menciptakan ketentraman hidup atau ataraxia.
Masih dengan referensi buku yang sama, stoisisme berlanjut hingga periode Kekaisaran Romawi bersama tokoh-tokohnya yang terkenal, seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius.