Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jantung Berdebar dan Anak Gampang Pingsan, Waspadai Aritmia

Kompas.com - 19/02/2022, 15:18 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Aritmia atau gangguan irama jantung juga bisa dialami oleh bayi hingga anak remaja. Orangtua sebaiknya waspada jika anak mengeluhkan jantung berdebar kencang, pusing, sering pingsan, hingga nyeri pada dada.

Dijelaskan oleh dokter spesialis jantung dr.Dicky Armein Hanafy, aritmia juga bisa terjadi pada anak yang terlihat sehat.

"Tidak selalu ada keluhan kalau masih derajat satu atau dua. Aritmia juga bisa memperberat kondisi jika anak punya riwayat sakit jantung bawaan," kata Dicky dalam acara webinar yang diadakan oleh Heartology Cardiovascular Center Jakarta (19/2).

Ia mengatakan, tidak semua kelainan irama jantung perlu dikhawatirkan. Terkadang ada jenis aritmia yang tidak berbahaya.

"Yang penting apakah kelainan irama jantung ini disertadi dengan keluhan atau tidak," katanya.

Baca juga: Berbagai Gejala Penyakit Jantung Bawaan (PJB) pada Bayi dan Anak

dr.Dicky Armein Hanafy (kiri) sedang melakukan operasi.Heartology dr.Dicky Armein Hanafy (kiri) sedang melakukan operasi.
Aritmia yang terjadi pada bayi akan menyebabkan anak menjadi kurang aktif, tidak mau makan atau menyusui, sehingga tumbuh kembangnya tidak maksimal.

Ada pula gejala aritmia yang baru muncul di usia anak praremaja yang menyebabkan jantung terasa berdebar-debar walau tidak melakukan aktivitas fisik, seperti ingin pingsan, dan perasaan tidak nyaman di dada.

Menurut Dicky, ada beberapa faktor risiko aritmia pada anak, yaitu bayi lahir prematur, punya penyakit jantung bawaan, serta faktor genetik.

"Pada bayi bisa dideteksi dengan mengukur laju jantungnya atau lewat USG sejak masih dalam kandungan. Tetapi, ada juga aritmia yang baru muncul saat anak sudah lebih besar," paparnya.

Penanganan aritmia pada anak

Pengobatan penyakit airtmia jantung tergantung pada jenis penyakitnya. Pada umumnya dokter akan melakukan tindakan pemasangan alat pacu jantung pada kasus detak jantung terlalu lambat.

Saat ini telah berkembang pengobatan dengan teknik ablasi frekuensi radio. Menurut Dicky, dalam terapi ini dokter akan memasukkan instrumen kecil dengan energi panas untuk menghancurkan sirkuit listrik yang tidak normal penyebab aritmia.

"Untuk ablasi saat ini sudah bisa dilakukan untuk anak dengan berat badan minimal 20 kilogram, kalau dulu tidak bisa. Pada anak yang berat badannya tidak mencukupi bisa diberikan obat-obatan dulu," paparnya.

Dengan tindakan ablasi, anak tidak membutuhkan alat pacu jantung. Jika tindakan ini berhasil menormalkan irama jantung, maka anak sudah dianggap sembuh.

Baca juga: Aritmia Bisa Sebabkan Kematian, Ketahui Sejumlah Gejalanya

"Anak itu sudah sama dengan anak lain, tidak perlu kontrol rutin atau minum obat," ujar Dicky.

Namun, pada aritmia dengan detak jantung lambat pada umumnya diperlukan alat pacu jantung permanen.

Dicky mengatakan, penanganan aritmia jantung pada anak memiliki tantangan khusus, mulai dari diagnosisnya sampai terapinya.

"Ukuran organ jantung anak lebih kecil dari pada alat pacu jantung. Dokter juga harus lebih berhati-hati," kata dokter yang pernah melakukan tindakan pemasangan alat pacu jantung pada pasien berusia 18 bulan dengan berat badan 8 kilogram ini.

Selain terbatasnya rumah sakit yang bisa melakukan tindakan ini, operasi untuk aritmia anak juga tidak ditanggung oleh asuransi swasta. Padahal, menurut Dicky tindakan ini bisa menyelamatkan banyak nyawa.

Baca juga: Pekan Kesadaran Penyakit Jantung Bawaan, Pahami Risikonya pada Anak

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com