Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/03/2022, 07:36 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Sumber BBC

KOMPAS.com - Di kota-kota besar, budaya kerja berlebihan nampaknya sudah menjadi kultus.

Banyak orang rela pulang paling akhir dari kantor bahkan mau bekerja di hari libur untuk menunjukkan dedikasi terhadap tempat kerjanya.

Padahal, kerja berlebihan, apalagi melebihi delapan jam per hari, memiliki efek buruk bagi kesehatan mental dan fisik seseorang.

Studi baru menunjukkan bahwa pekerja di seluruh dunia menjalani lembur tidak dibayar dengan rata-rata waktu 9,2 jam per minggu.

Jumlah tersebut naik dari 7,3 jam setahun yang lalu.

Waktu kerja yang gila-gilaan semakin meningkat ketika pandemi Covid-19 melanda. Sebab sekat antara kehidupan pribadi dan pekerjaan menjadi kabur.

Ketika work from home, orang-orang dihujani banyak pekerjaan dengan deadline mepet bahkan hingga tengah malam.

Baca juga: Waspada, Kerja Berlebihan Bisa Sebabkan Penyakit Kronis

Awal mula budaya kerja berlebihan

Terlalu banyak bekerja tidak hanya terjadi di kota megapolitan atau metropolitan saja. Di berbagai negara, terdapat alasan mengapa orang rela bekerja hingga berjam-jam.

Di Jepang misalnya, budaya kerja berlebihan bermula pada tahun 1950-an ketika pemerintah mendorong keras agar negaranya bangkit usai Perang Dunia II.

Sementara itu, penelitian yang diterbitkan BMC Health Service Research mendapati kelelahan tinggi di antara profesional medis di negara-negara Arab.

Hal itu disebabkan karena 22 anggota Liga Arah merupakan negara-negara berkembang dengan sistem perawatan kesehatan yang terbebani.

Alasan untuk terlalu banyak bekerja juga tergantung pada industri.

Sementara itu, beberapa peneliti tentang burnout pada 1970-an mendapati orang yang bekerja melayani masyarakat cenderung memiliki jam kerja yang berlebihan.

Hal itu menyebabkan mereka mengalami kelelahan emosional dan fisik, sebuah tren yang juga muncul selama pandemi.

Akan tetapi, kerja yang berlebihan masih saja dianggap sebagai sebuah kebanggaan dan beberapa orang menjadikannya sebagai status menuju kesuksesan.

Halaman:
Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com