Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/03/2022, 15:44 WIB
Gading Perkasa,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Sumber Yahoo

KOMPAS.com - Tidak hanya kesehatan fisik, kesehatan mental juga penting untuk diperhatikan.

Sayangnya, banyak orang belum menyadari gangguan kesehatan mental merupakan isu yang serius.

Stigma negatif masih cenderung melekat pada mereka yang didiagnosis mengalami masalah kesehatan mental.

Penderita gangguan mental seringkali dipandang kurang waras atau gila, sedangkan mendatangi psikolog untuk mencari bantuan merupakan aib atau tindakan yang memalukan.

Beberapa ahli mencoba mengidentifikasi mitos mengenai kesehatan mental yang sering ditemui di masyarakat.

Mereka adalah Dr Anisha Patel-Dunn, chief medical officer di LifeStance Health, Dr Neha Chaudhary, chief medical officer di BeMe Health, serta Amira Johnson, dokter mental dan perilaku di Berman Psychotherapy.

Apa saja penjelasan yang disampaikan oleh ketiga ahli seputar mitos masalah kesehatan mental? Ini dia.

1. Mitos masalah kesehatan mental bukanlah masalah umum

Mitos pertama ini mungkin sudah pernah kita dengar, namun hal ini dibantah oleh Chaudhary.

"Masalah kesehatan mental sangat umum dan tingkat kondisi seperti kecemasan dan depresi sebenarnya meningkat pada anak dan remaja," jelas dia.

Pembelajaran secara virtual sebagai pengganti pembelajaran tatap muka akibat pandemi menjadi penyebab banyaknya anak muda yang menderita masalah kesehatan mental.

LifeStance Health --tempat di mana Patel-Dunn bekerja-- melaporkan, sejak Juli 2019 hingga Juli 2021, terdapat peningkatan 200 persen pada pasien remaja berusia di bawah 17 tahun yang mencari layanan kesehatan mental.

Chaudhary juga melihat peningkatan serupa pada pasien remaja.

"Saya melihat remaja yang tidak memiliki kondisi apa pun sebelum pandemi, mengalami gejala kesehatan mental untuk pertama kalinya," tutur Chaudhary.

"Dan saya juga melihat remaja dengan masalah kesehatan mental yang sudah ada memiliki gejala yang kambuh sejak pandemi terjadi."

Dalam temuannya Chaudhary mencatat, masalah kesehatan mental di kalangan anak muda sudah meningkat sejak sebelum pandemi.

Seperti dilaporkan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, pada 2009 hingga 2019 jumlah siswa sekolah menengah yang mengalami perasaan sedih atau putus asa meningkat sebesar 40 persen.

Pada rentang waktu yang sama, perilaku bunuh diri di kalangan siswa sekolah menengah juga meningkat sebesar 36 persen.

"Tantangan kesehatan mental pada anak, remaja, dan dewasa muda adalah nyata dan tersebar luas," sebut ahli bedah umum Vivek Murthy.

"Bahkan sebelum pandemi, beberapa anak muda berjuang dengan perasaan tidak berdaya, depresi, dan pemikiran untuk bunuh diri, dan angka ini meningkat selama dekade terakhir."

Baca juga: Perlunya Jaga Kesehatan Mental Saat Jalani Isoman Covid-19, Caranya?

2. Jika tidak seorang pun mengetahui kita depresi, tandanya kita baik-baik saja

Ada segelintir orang yang mampu menutupi emosi mereka dengan memeroleh nilai bagus atau menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, dan bertindak seolah semua baik-baik saja.

Meski demikian, bukan berarti orang tersebut tidak mengalami depresi atau kecemasan.

"Sejumlah remaja pandai memerlihatkan wajah yang tampak bahagia, padahal di dalam hati mereka justru sebaliknya," papar Chaudhary.

"Perlu diingat, pada akhirnya semua orang mengalami sesuatu dan kita tidak pernah mengetahui siapa yang kesulitan dan siapa yang tidak dari penampilan luarnya."

Dijelaskan Johnson, bisa jadi kita merasakan tekanan untuk bertindak seakan-akan segalanya baik-baik saja, meskipun kita menghadapi kesulitan.

Beban atau tekanan itu kemungkinan berasal dari pemikiran bahwa kita harus menjadi lebih kuat untuk teman atau keluarga, takut akan penilaian orang lain, dan banyak lagi.

Baca juga: Kapan Kita Benar-benar Perlu Healing demi Kesehatan Mental?

3. Depresi dan masalah kesehatan mental bisa menular

Depresi atau masalah kesehatan mental lain bukanlah penyakit flu yang dapat menular ke orang lain.

Namun, jika kita meluangkan waktu dengan seseorang yang depresi atau cemas, ada kemungkinan kita juga akan merasa sedih.

Halaman:
Sumber Yahoo
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com