KOMPAS.com - Apabila melihat orangtua yang begitu dekat dengan anak tanpa adanya banyak aturan, kemungkinan mereka menerapkan pola asuh permisif.
Pola asuh permisif adalah gaya pengasuhan yang membebaskan dan mengizinkan anak melakukan segala sesuatu dan mengambil keputusan.
Dengan pola asuh ini, orangtua cenderung lebih santai dan tidak menetapkan aturan yang harus dipatuhi anak. Justru mereka menjadi sosok teman bagi anak, alih-alih sebagai orangtua.
Meski terlihat baik, pola asuh permisif dapat memicu berbagai kesulitan bagi anak di masa depan.
Baca juga: Memahami Pola Asuh Permisif dan Risikonya bagi Anak
Kebanyakan orangtua yang menerapkan pola asuh permisif akan melakukan atau mengalami hal-hal berikut:
1. Menghindari konflik
Membuat batasan dengan seorang anak terkadang menimbulkan sejumlah konflik.
Jika anak tidak senang dan marah, dan tidak mematuhi aturan yang dibuat, hal itu menyebabkan orangtua frustasi.
Orangtua yang tidak nyaman menghadapi konflik dalam bentuk apa pun akan menghindari situasi semacam ini dengan melonggarkan aturan.
2. Kewalahan atau berjuang
Tipe ini adalah orangtua yang kewalahan dengan kehidupan yang mereka jalani.
Orangtua yang kewalahan mungkin memiliki kesulitan keluarga, pekerjaan, atau tantangan lain yang membuat mereka tidak mampu menyisihkan waktu atau energi untuk menegakkan aturan pada anak.
3. Trauma
Satu studi tahun 2022 dari Franz dan Kumar, et. al, menemukan banyak orangtua permisif menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dari beberapa pengalaman hidup sebelumnya.
Sindrom tersebut mengganggu kemampuan mereka dalam menetapkan aturan bagi anak.
4. Hanya berfokus pada diri sendiri (self-involved)
Orangtua yang narsis, kecanduan, gila kerja (workaholic), sosiopat, atau sibuk memenuhi kebutuhan mereka relatif sulit memberikan perhatian untuk melihat kebutuhan anak akan aturan dan hukuman.
5. Mengabaikan emosi anak
Orangtua yang mengabaikan emosi anak tidak memiliki kesadaran untuk melihat dan menanggapi perasaan serta kebutuhan emosional anak.
Mereka tidak mempunyai keterampilan untuk menyesuaikan dan melihat kebutuhan anak dalam hal pendidikan emosional, umpan balik, struktur, dan batasan.
Baca juga: Sadari, Tanda-tanda Orangtua yang Terlalu Permisif pada Anak
Jonice Webb, terapis, pengarang buku dan spesialis dalam pengabaian emosional di masa kanak-kanak mengatakan, banyak kliennya mengaku kesulitan dalam mendisiplinkan, memotivasi, dan mengendalikan diri.
Seluruh tantangan ini termasuk dalam disiplin diri.
Disiplin diri adalah kemampuan untuk mengatur pilihan dan perilaku kita, entah itu mulai mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang sulit, atau berhenti melakukan aktivitas yang tidak baik bagi kita.
Satu studi di tahun 2020 dari Sur & Cleary menunjukkan adanya hubungan antara kemampuan individu untuk menerapkan disiplin diri dan gaya pengasuhan yang mereka dapatkan.
Sebagian besar individu yang kesulitan dalam kemampuan mengatur diri biasanya menyalahkan diri mereka, dan memandang kesulitan tersebut sebagai kelemahan atau kekurangan.
Padahal, penyebab utamanya adalah mereka tidak memeroleh beberapa pelajaran hidup ketika diasuh orangtua yang permisif.
Alhasil, anak yang tumbuh besar dengan pola asuh ini akan kesulitan dalam berbagai hal.
Pelajaran hidup yang tidak didapat anak dari orangtua permisif
Baca juga: Jadikan Anak sebagai Teman, Pola Asuh Idealkah?
Mulailah berlatih untuk berbelas kasih dengan diri sendiri. Ucapkan kalimat dalam hati seperti "saya tahu saya kewalahan dan itu sebabnya penting untuk menyelesaikan tugas ini. Sekarang, saya akan mengerjakan tugas itu."
Jika kita melakukan kesalahan, ucapkan "oke, saya membuat kesalahan. Tetapi itu akan membuat saya lebih baik dari hari ini. Saya bisa melakukannya."
Berbelas kasih adalah tindakan yang dapat memotivasi diri kita, bukannya menguras energi.
Sadarilah perasaan apa yang mengganjal di hati, dan mulailah belajar mengelola perasaan tersebut.
Mengetahui kapan kita memiliki perasaan yang mengganjal, mengidentifikasi perasaan, dan bertindak untuk mengatasi perasaan tersebut adalah bagian penting dari kemampuan mengatur diri (self-regulation).
Kita pun menjadi lebih siap dalam mengendalikan diri kita, sekaligus menyembuhkan diri dari pengabaian emosional di masa kanak-kanak.
Menumbuhkan rasa tanggung jawab sekaligus berbelas kasih pada diri sendiri adalah tantangan yang banyak dihadapi mereka yang dibesarkan orangtua permisif.
Faktanya, kita memerlukan dua hal itu. Kita akan dimintai pertanggungjawaban dan kita layak memeroleh belas kasihan.
Baca juga: Hindari, 5 Kesalahan Pola Asuh yang Bikin Anak Jadi Egois