Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hobi Follow Crazy Rich di Instagram? Awas Dampak Buruknya Bagi Mental

Kompas.com - 11/03/2022, 18:00 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Kehidupan mewah yang ditampilkan orang yang mengaku crazy rich di Instagram selalu sukses menarik perhatian netizen.

Terbukti, konten yang mengungkapkan harga tas, pakaian sampai saldo rekening pasti menjadi viral di media sosial.

Publik seakan selalu penasaran dengan berbagai kemewahan dan cara crazy rich itu menghabiskan uangnya.

Baca juga: Terjerat Kasus, Ini Daftar Koleksi Supercar Crazy Rich Doni Salmanan

Tren ini sebenarnya bukan hal yang baru karena sejak dulu uang dan kemewahan selalu menjadi komoditi yang menarik untuk dibahas.

Namun kehadiran media sosial seperti Instagram berperan besar membuat flexing konsumerisme semakin masif.

Supremasi kemewahan membuat semua orang berharap bisa menjadi crazy rich yang mereka saksikan di Instagram.

"Ketika saya bertanya kepada influencer digital tentang keahlian mereka, jawabannya hampir selalu 'gaya hidup,'" kata Carla Abdalla, pakar perilaku konsumen dan strategi pemasaran di Brasil.

Gaya hidup yang dimaksud umumnya tentang kebiasaan belanja pakaian desainer, restoran mewah, gadget berteknologi tinggi, perjalanan keliling dunia, dan sebagainya.

"Keahlian para influencer itu adalah konsumerisme itu." tandas Carla.

Tren menjual materialisme seperti para crazy rich di Instagram

Aurel Hermansyah memandangi tas pemberian dari Atta Halilintar.DOK. Bidik layar YouTube/AH Aurel Hermansyah memandangi tas pemberian dari Atta Halilintar.
Tren konsumerisme dan materialisme, seperti yang disajikan crazy rich di Instagram, semakin populer beberapa tahun belakangan.

Semua orang kini menjadikannya konten media sosial yang sukses menarik perhatian netizen.

Konten seperti itu juga paling mudah menghasilkan uang, sebagai metode baru memasang iklan dan mencari sponsor.

"Ketika Anda mengklik video yang disponsori, Anda telah membuat pilihan untuk menontonnya," kata Tim Kasser, seorang psikolog di Knox College, AS.

Tampilan hiperkonsumerisme ini kadang dibalut dengan sesuatu yang berbeda seperti berdonasi dalam jumlah besar, memberikan bantuan secara cuma-cuma atau hadiah mewah.

Tentunya, semuanya didokumentasikan di media sosial yang membuat sifat "murah hati" itu menjadi lebih mencolok.

Baca juga: Mengintip Gaya Hidup Crazy Rich Asia di Acara Bling Empire

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com