Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hati-hati, Menonton Berita Perang Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental

Kompas.com - 11/03/2022, 18:39 WIB
Anya Dellanita,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mungkin, sudah beberapa hari kita terus melihat berita tentang perang antara Rusia dan Ukraina, entah itu di televisi, maupun di media sosial.

Di media sosial khususnya, foto-foto dan video “disturbing” seperti mayat-mayat dengan kondisi mengenaskan dan kehancuran kota, membuat siapa pun yang melihatnya bergidik ngeri.

Memang, seharusnya itu tak lagi membuat kita kaget. Pasalnya, ini bukan pertama kalinya media sosial dijadikan sumber informasi dan dokumentasi perang.

Sejak 2011, informasi terkait perang Suriah sudah wara-wiri di media sosial. Bedanya, cara media sosial mengungkapnya sedikit berbeda dengan saat ini.

Saat itu, TikTok belum eksis, dan Instagram baru berusia satu tahun.

Namun saat ini, video TikTok yang ditandai dengan tagar #ukrainewar telah dilihat lebih dari 600 juta kali, dan hampir 180.000 postingan Instagram telah menggunakan tagar tersebut.

Artinya, aliran informasi itu sangat kuat: memaksa orang untuk memperhatikan dan melihat pengalaman orang-orang di Ukraina.

Lama kelamaan, hal ini dapat berpengaruh buruk bagi kesehatan mental orang yang melihatnya, meskipun mereka tak menyaksikannya secara langsung.

Ya, penelitian menyebutkan bahwa paparan berita terkait peristiwa traumatis dapat mempengaruhi kesehatan metal penontonnya.

“Semua orang ingin mendidik, orang ingin menginformasikan, orang ingin menjadi saksi,” kata Jason Steinhauer, penulis History, Disrupted: How Social Media and the World Wide Web Have Changed the Past.

“Tantangannya adalah, itu tertanam dalam ekosistem dan arsitektur [media sosial] yang pada intinya bermasalah,” tambahnya.

Baca juga: Waspadai, Ketakutan dan Kecemasan Berefek Buruk bagi Kesehatan

Sementara itu, Roxane Cohen Silver, profesor ilmu psikologi di University of California, Irvine yang meneliti liputan media dan trauma, mengatakan bahwa mereka yang menonton setidaknya empat jam liputan televisi per hari selama seminggu setelah serangan 11 September melaporkan peningkatan stres dan gejala gangguan stres pasca-trauma (PTSD),

Bahkan, mereka berisiko lebih besar mengalami gangguan kesehatan.

Seakan belum cukup, media sosial juga dapat menjadi “medan perang” bagi informasi yang salah.

“Banyak pihak telah menyebarkan informasi bohong di media sosial selama 10 hingga 12 tahun terakhir, termasuk soal kekejian perang,” kata Steinhauer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com