Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak yang Beranjak Dewasa Benci Orangtuanya? Mungkin Ini Penyebabnya

Kompas.com - Diperbarui 09/12/2022, 13:29 WIB
Anya Dellanita,
Sekar Langit Nariswari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Orangtua kadang merasa anaknya yang beranjak dewasa menunjukkan perasaan benci dan marah. 

Buah hati yang dulu manis terlihat tidak ramah ketika berinteraksi dengan kita atau malas ketika harus pulang ke rumah saat liburan.

Hubungan yang dulunya hangat akhirnya menjaid canggung karena perasaan negatif yang ditunjukkan oleh anak.

Baca juga: 8 Gaya Parenting Unik dari Berbagai Belahan Dunia

Sebelum berpikiran buruk pada anak, ada baiknya kita mengevaluasi diri terlebih dulu.

Mungkin ada perbuataan yang kita lakukan di masa lalu dan memunculkan rasa benci tersebut.

Dikutip dari Psychology Today, ada sepuluh hal yang bia menjadi penyebabnya.

Orangtua selalu merasa benar

Semua orang tentu memiliki cerita dan pandangan hidupnya sendiri.

Tetapi, kita tidak bisa merasa selalu benar dan memandang semua pendapat anak sebagai sesuatu yang salah.

Jadi, dengarkan cerita anak dan terima bahwa adakalanya ia benar.

Baca juga: Perhatikan, Tanda Kita Hidup dengan Orangtua Toksik

Orangtua tidak tahu soal anaknya sekarang

Hidup telah mengajarkan anak berbagai hal dari pengalaman dan kenalannya. 

Mungkin, ia tidak sama dengan dirinya yang kita kenal saat masih anak-anak dulu.

Jadi, jangan berpikir kalau kita masih memahami apa yang anak pikirkan dan rasakan.

Mengingat anak seperti ketika masih kecil

Jika anak boros atau sulit melakukan apapun sewaktu kecil, tak berarti dia akan seperti itu seterusnya.

Bisa saja setelah dewasa, ia menjadi orang sukses yang hemat dan bertanggung jawab.

Baca juga: Perhatikan, Tanda Kita Hidup dengan Orangtua Toksik

Jadi, berikan anak kesempatan untuk menunjukkan seperti apa dirinya sekarang.

Jangan terus memandang anak dengan “image-nya” sewaktu kecil.

Berpikir kalau perceraian sudah tidak mengganggunya

Ilustrasi pasangan.SHUTTERSTOCK Ilustrasi pasangan.
Hal ini khususnya dialami oleh anak yang harus menghadapi perpisahan orangtuanya.

Kita mengira waktu akan menghilangkan semua perasaan buruk itu dan anak akan melupakannya.

Justru sebaliknya.

Jadi, jelaskan bahwa itu bukanlah salahnya dan akui ketidakmampuan kita untuk mencegahnya.

Pahami rasa sakit yang diderita anak, meski itu sudah terjadi bertahun-tahun lalu.

Baca juga: Anak Remaja Kesal pada Ayahnya? Coba Praktikkan Langkah Ini

Lalu, biarkan anak memberi tahu dampak perceraian itu pada kita tanpa perlu bersikap defensif.

Ekspresikan rasa penyesalan kita dan katakan bahwa kita berharap ia akan segera move on, sama seperti kita.

Orangtua yang terlalu mengatur perjalanan hidupnya

Ingat, anak sudah mulai beranjak dewasa.

Tentu ia memiliki hak untuk memilih gaya hidup, kepercayaan, keputusan, dan pilihannya sendiri.

Tidak mempedulikan batasan pribadi

Jangan terlalu sering mengurus apa yang bukan urusan kita, seperti pernikahan anak.

Jangan pula menceritakan rahasia anak pada orang lain, termasuk saudara kandungnya sendiri.

Baca juga: Sifat Buruk Orangtua Bisa Menurun ke Anak, Bagaimana Mengatasinya?

Terlalu sering mengomel dan memerintahkan anak untuk melakukan sesuatu meski ia tak ingin pun bisa membuatnya kesal.

Mendengarkan, namun tidak memahami

Anak remaja biasanya mulai memiliki pendapat sendiri dan enggan menyimak nasihat orangtuanyaPexels/ Monstera Anak remaja biasanya mulai memiliki pendapat sendiri dan enggan menyimak nasihat orangtuanya

Kita selalu mengambil kesimpulan sebelum anak selesai berbicara, atau langsung menasehatinya tanpa menanyakan bagaimana keadaannya.

Jangan bersikap seperti ini.

Lebih baik, tetaplah diam dan pahami dulu kata-kata anak sebelum merespon kata-katanya.

Jika tidak paham dengan kata-kata anak, mintalah ia untuk kembali menjelaskannya.

Terlalu memihak

Pertengkaran antara anak dan sadaranya bukan lagi urusan kita.

Biarkan mereka menyelesaikannya sendiri, terlepas dari siapa yang kita anggap benar.

Lalu, jangan mencoba menjadi penengah jika kita tidak benar-benar bisa bersikap netral.

Baca juga: Orangtua Simak, Inilah Bahaya Terlalu Banyak Menekan Anak

“Menyeret” orang lain

Jika tidak bisa mendapatkan sesuatu dari anak, orangtua akan mencoba untuk mendapatkan hal itu dari orang lain, termasuk pasangan anak. 

Namun hal ini bisa menyeret orang lain ke masalah yang seharusnya hanya terjadi antara kita dan anak.

Merasa perlu selalu ikut campur

Hanya karena kita adalah orangtuanya, tidak berarti bisa terus mengganggu kehidupan anak.

Terkadang, ada kalanya perlu mundur sesaat dan menunggu sampai anak meminta bantuan, opini, atau pemahaman kita.

Baca juga: Menerapkan Pola Asuh Permisif pada Anak, Apa Dampaknya Saat Dewasa?

Bayangkan saja ada sebuah pintu antara kita dan anak.

Jadi, ketuk dahulu, dan jangan masuk sampai diminta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com