Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menciptakan Ruang Aman Perempuan di Dunia Kecantikan, Urusan Siapa?

Kompas.com - 14/03/2022, 08:00 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

“Sejak awal sebagai people first company, kita berusaha terlibat langsung dengan konsumen dalam berbagai hal, termasuk memberikan edukasi yang lebih baik,” katanya.

Baca juga: 5 Kesalahan Soal Kekerasan Seksual yang Sering Dipercaya Orang

Konvensi ILO No.190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja salah Konvensi ILO No.190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerjasatunya menyoroti soal fenomena negatif ini. Perjanjian ini juga mengatur soal kekerasan dan pelecehan berbasis gender di dunia kerja, yang mengakibatkan kerugian fisik, psikologis, seksual atau ekonomi.

Para pekerja brand kecantikan, seperti sejumlah kasus di atas, termasuk yang menjadi sasaran pelecehan dari pihak ketiga, dalam hal ini konsumen.

Konvensi ini merancang pelaksanaannya dalam tiga tahap yakni pencegahan dan perlindungan, penegakan hukum dan pemulihan, serta panduan dan pelatihan.

Perlindungan harus diberikan termasuk dengan menyertakan kekerasan dan pelecehan dalam manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Rekomendasi Konvensi ILO No.190 juga termasuk memberikan akses pengaduan yang responsif gender dan mekanisme penyelesaian perselisihan, dukungan, layanan, serta pemulihan kasus kekerasan dan pelecehan yang berbasis gender.

Selain itu, perlu juga memberikan informasi, pelatihan dan kampanye publik untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman untuk semua gender.

Menjual keahlian, bukan hanya penampilan fisik

SPG maupun model brand kecantikan sering dianggap remeh hanya menjual penampilan fisiknya. Mereka hanya dibekali kecantikan dan penampilan fisik yang menarik, bukan keahlian sesungguhnya yang layak dihargai. Anggapan inilah yang merebak dan kemudian membuat pekerja perempuan ini kerap jadi sasaran kekerasan seksual saat bekerja.

Speaking, supaya bisa menjual barang sekaligus melayani konsumen,” jawab April, perempuan berusia 19 tahun, ketika ditanya apa yang jadi keahlian utamanya sebagai SPG.

Alih-alih wajah yang cantik atau fisik yang menarik, menurutnya kemampuan berbicara dan marketing jauh lebih diperlukan saat harus menjual produk kecantikan. Hal itu dirasakannya selama tiga tahun belakangan bekerja menjadi SPG freelance di Pontianak, Kalimantan Barat.

Apalagi ada target penjualan yang harus dipenuhi sehingga penampilan fisik saja tidak cukup. Persaingan antar brand kecantikan yang semakin ketat juga menjadi faktor yang membuat perlunya keahlian dalam menjual.

Dalam kariernya yang terbilang masih baru, April sempat merasakan sejumlah tindak kekerasan seksual dari konsumen. Sentuhan tangan yang disengaja dan permintaan nomor handphone atau akun media sosial adalah hal yang paling sering dirasakannya. Umumnya dialami jika terlibat dalam acara tertentu yang melibatkan banyak orang.

“Kalau di store lebih aman ya, karena orang yang datang lebih jelas, kalau event biasanya campur,” katanya lagi.

Pada saat seperti itulah, ia harus putar otak agar tetap mampu menjaga keamanan dirinya sekaligus memenuhi target penjualan. Biasanya, ia melakukan penolakan secara halus atau minta bantuan dari orang di sekitarnya.

Akan ada kenalanan, seperti sesama SPG atau pihak Event Organizer (EO) yang dimintanya mendampinginya. Cara ini cukup ampuh untuk menghalau tindak lanjut dari praktik kekerasan seksual tersebut, setidaknya sampai saat ini.

Ironisnya, April tidak bisa meminta perlindungan apapun dari perusahaan atau brand yang dipromosikannya. Sifat pekerjaannya yang umumnya berstatus freelance atau outsourcing, membuat April tidak berhubungan langsung dengan perusahaan. Ia hanya berkontak dengan pihak ketiga sebagai pemekerja seperti EO atau penyelenggara acara.

Artinya, semua risiko harus ditanggungnya sendiri, termasuk tindakan kekerasan seksual dari orang yang ditemuinya saat bekerja.

Baca juga: Banyak Remaja Perempuan Tidak Sadar Jadi Korban Kekerasan Seksual

Ratu Maulia Ommaya mengatakan penampilan fisik bukan jadi patokan utama untuk direkrut sebagai pekerja di store The Body Shop Indonesia. Kualifikasi pekerja ditentukan oleh posisi yang akan dipegang serta tugas yang akan dikerjakannya.

“Standarnya background pendidikan dan capacity-nya, sisi appearance nggak ada sih, seperti tinggi sekian atau jenis kulitnya,” katanya.

Apalagi dengan keharusan memahami produk The Body Shop yang jumlahnya ribuan serta sejumlah kampanye sosialnya maka good looking saja jelas tidak cukup, tandas Ratu. Butuh keahlian dan kemampuan yang jauh lebih penting dibandingkan penampilan fisik semata.

Natasia, Content Manager Mad For Makeup mengatakan representasi dan inspirasi adalah kunci pemilihan model untuk konten marketing produknya.

“Sebenarnya tidak ada penampilan fisik tertentu yang harus dipenuhi karena kita mau menampilkan representasi wanita Indonesia,” ujarnya. Maka penampilan yang dipilih juga bervariasi, dari warna kulit terang sampai sawo matang atau rambut ikal maupun lurus.

Dibandingkan penampilan fisiknya, model dipilih sesuai dengan kebutuhan konten dan target pasar yang ingin dituju. Sayangnya, inklusivitas yang ingin diwujudkan ini masih saja dinodai dengan pelecehan dan kekerasan berbasis gender dari warganet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com