Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menciptakan Ruang Aman Perempuan di Dunia Kecantikan, Urusan Siapa?

Kompas.com - 14/03/2022, 08:00 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com- Desy Widiastuti (35) cukup lama malang melintang sebagai Sales Promotion Girl (SPG) produk kecantikan.

Dia mengakui kerap menyepelekan sejumlah tindakan yang ternyata merupakan bentuk kekerasan seksual.

Misalnya, siulan mesum yang tertuju padanya atau seseorang yang sengaja menyenggol tubuhnya, di area tertentu seperti payudara dan bokong saat di transportasi umum.

Ada pula yang cukup ekstrim sehingga mengikutinya sepanjang perjalanan dan membuatnya ketakutan. Riasan dan busana yang harus dipakainya demi pekerjaan membuatnya sering jadi sasaran tindakan kekerasan seksual.

Baca juga: Mengapa Kita Membutuhkan Undang Undang untuk Melawan Kekerasan Seksual?

Saat bekerja sebagai SPG brand kecantikan yang mengharuskannya memakai rok mini, Desy mengikuti peraturan itu. Busana yang sensual dengan make up lengkap ini jadi kombinasi yang mengundang celaka baginya. Roknya pernah disingkap dengan sengaja dan di waktu lainnya, seorang pria menunjukkan alat kelaminnya pada Desy.

Kala itu, ia tak tahu harus mengadu kepada siapa dan hanya menyimpan trauma itu rapat-rapat. Setelah itu, Desy pindah ke The Body Shop, salah satu merek produk kecantikan yang cukup prominen.

Dia bekerja di sana selama 12 tahun hingga akhirnya menjadi asisten store manager The Body Shop Indonesia di Pontianak, Kalimantan Barat.

Desy mengaku sempat mengalami sejumlah kekerasan seksual meski disebutnya tergolong ringan saat menjadi karyawan The Body Shop. Misalnya ketika konsumen pria yang menanyakan nomor ponselnya atau soal status pernikahannya.

“Kalau di store, customer iseng aja sih kayak misalnya nanyain ‘mbaknya udah nikah?’”,” katanya kepada Kompas.com, Selasa (08/03/2021). Sejumlah tindakan itu dianggapnya tidak terlalu parah dibandingkan pengalamannya di masa lalu.

Perjalanan berangkat dan pulang dari lokasi kerja disebutnya lebih berisiko dibandingkan tempat kerjanya itu sendiri. “Alhamdulilah yang seperti ini jarang di store, biasanya dialami ketika berangkat atau pulang kerja,” katanya.

Kini ia memang tak lagi harus mengenakan rok mini karena seragamnya yang lebih tertutup. Namun riasan yang dipakai sejak di rumah masih sering menarik perhatian mata para lelaki.

Ruang aman untuk SPG produk kecantikan

Dunia kerja bukan ruang yang aman untuk para perempuan, sampai saat ini. Seksualitas perempuan seringkali jadi kelemahan yang membuat mereka lebih rentan menjadi sasaran kekerasan maupun pelecehan di tempat kerja.

Godaan, rayuan sampai pelecehan fisik serius adalah risiko yang membayangi ketika tengah mencari nafkah. Perilaku tersebut harus diterima para wanita ini baik dari rekan kerja, atasan sampai klien maupun konsumen.

Namun risiko ini rasanya jauh lebih tinggi dialami oleh sejumlah "wajah" brand kecantikan seperti SPG. Sebagai ujung tombak marketing, mereka dianggap sebagai “bukti” keampuhan produk yang dijualnya. Penampilan fisiknya dinilai sebagai bahan “jualan” utama dan, oleh sebab itu, dianggap layak dilecehkan oleh konsumen.

Praktik kekerasan dan pelecehan yang dialami SPG memang beraneka ragam ketika bertugas di toko kecantikan. Ratu Maulia Ommaya, Head of Values, Community and Public Relation The Body Shop Indonesia mengakui hal itu. Contohnya, ketika para pekerja harus mengenakan kaos bertulisan “SALE” di musim diskon besar-besaran.

“Ada saja konsumen yang bertanya sembari menggoda, ‘Mbaknya di-sale juga enggak?’.” katanya kepada Kompas.com, Jumat (04/03/2021). Kalimat yang sebenarnya melecehkan ini menjadi hal yang sudah sangat lazim diterima para perempuan, namun ironisnya, dianggap biasa. Pelecehan verbal ini dibiarkan berlalu begitu saja meski membuat tidak nyaman.

The Body Shopshutterstock The Body Shop
Berangkat dari fakta dan niatan kampanye Stop Sexual Violence serta RUU PKS, The Body Shop Indonesia berusaha mewujudkan ruang aman bagi pekerjanya. Saat menggelar internal launching terkait isu RUU PKS, terkuak, banyak pekerja perempuan yang belum paham kerentanan yang dipicu seksualitasnya.

Mereka tidak sadar jika selama ini ucapan, gerak tubuh serta candaan sejumlah konsumen rupanya melanggar hak asasinya sebagai perempuan.

“Tercipta satu gagasan bahwa kita harus mulai dari kantor kita sendiri dulu, kali ini isunya lebih dekat dengan kita,” jelas Ratu kepada Kompas.com, Jumat (04/03/2021).

Safe space itu harus dimulai dari organisasi The Body Shop sendiri,” katanya soal niatan tersebut.

Namun ada jarak wilayah maupun celah wawasan yang harus dijembatani untuk seluruh pekerja yang ada di Indonesia. Dengan total 151 store di berbagai kota, perjalanannya sangat panjang untuk menyampaikan edukasi sekaligus membangun kesadaran para pekerja perempuan itu.

Melampaui jarak yang terbentang antara pusat dan daerah

Sedari awal, The Body Shop Indonesia sadar akan perbedaan metode yang harus diterapkan untuk menciptakan ruang aman ini. Dengan ratusan pekerja dari berbagai latar belakang, tentu perlu pendekatan yang berbeda.

Begitu pula untuk pekerja perempuan yang berlokasi di kantor pusat, Bintaro, Tangerang dan di toko cabang yang berurusan langsung dengan konsumen.

Kekerasan seksual masih menjadi isu sensitif yang dibahasFreepik/ Freepik Kekerasan seksual masih menjadi isu sensitif yang dibahas

Sebagai solusi, diajak sejumlah rekanan untuk menyampaikan materinya secara lebih gamblang dan praktikal. Mulai dari lembaga psikologi seperti Yayasan Pulih, Hannah Al Rasyid, aktris yang dikenal punya kepedulian tinggi terhadap isu ini sampai para ahli agama.

“Ahli agama kita undang untuk menjawab berbagai pertanyaan dan pro kontra dari segi agama,” kata Ratu.

Sisi ini rupanya paling banyak ditanyakan oleh sejumlah pekerja perempuan yang berlokasi di daerah. Unsur nilai agama ini disebut sebagai hal yang paling mengemuka dari sejumlah webinar yang digelar untuk pekerja di daerah. Selain itu, banyak berusaha mendapatkan kejelasan soal hoaks yang selama ini diterima.

Baca juga: Cara Tepat Tanamkan Pemikiran Anti Kekerasan Seksual pada Anak

Sedangkan cara pencegahan, jenis kekerasan seksual yang mungkin dialami dan cara memproteksi diri lebih banyak ditanyakan oleh pekerja di kantor pusat atau di kota besar. Perbedaan materi ini agaknya menggambarkan kesenjangan antara pekerja di pusat dan daerah.

The Body Shop Indonesia mengatur agar store manager mendapatkan kelas berbeda. Tujuannya, agar mereka memiliki wawasan untuk mendampingi stafnya di toko secara berkelanjutan. Para kepala cabang ini dinilai lebih mampu memahami risiko kekerasan seksual yang ada di wilayahnya, dibandingkan perusahaan yang jauh di pusat.

Diatur pula protokol perlindungan untuk pekerjanya khususnya dari risiko kekerasan seksual dari konsumen. Perubahan dilakukan pada peraturan perusahaan yang biasanya hanya berisi soal kekerasan secara umum.

Disediakan pula jalur aduan berupa hotline untuk pekerjanya, yang dihubungi pekerja ketika merasa menjadi korban kekerasan seksual di mana saja dan kapan saja.

Nantinya, akan ada pihak lebih kompeten yang menghubungi pekerja tersebut untuk menindaklanjuti laporan tersebut. “Harus orang yang memang punya pengetahuan dengan baik ya, dan juga tahu cara menangani aduan tersebut karena ini bukan hal biasa, yang bisa lebih eksplisit” jelas Ratu.

Baca juga: Kekerasan Seksual, Siapa Paling Rentan Menjadi Korban?

Diakuinya, sistem ini sedikit menantang bagi pekerja toko yang jauh dari kantor pusat. Mungkin saja ada kekhawatiran jika laporannya akan sulit sampai ke pusat dan ditanggapi dengan tepat. Selain itu, pasti banyak pekerja perempuan yang sungkan jika harus melapor jika atasannya kebetulan laki-laki.

Maka dipilih satu sosok perempuan yang bisa menanggapi aduan tersebut, menilik sifatnya yang rentan. The Body Shop Indonesia juga berkolaborasi dengan sejumlah pakar di bidangnya, termasuk Yayasan Pulih. Tujuannya untuk mendapatkan penanganan tepat bagi pekerja yang menjadi korban termasuk konseling, jika dibutuhkan.

Perlindungan terhadap risiko kekerasan seksual bisa diaplikasikan lebih baik karena pekerja The Body Shop Indonesia dipekerjakan langsung oleh perusahaan. Seluruhnya berstatus karyawan tetap atau kontrak profesional perusahaan, tanpa ada pihak ketiga. Sistem ketenagakerjaan ini memungkinkan pekerja berhubungan langsung dengan perusahaan termasuk ketika ada keluhan soal tindak kekerasan seksual dari konsumen.

Toh dengan berbagai upaya tersebut sejak pertengahan 2021 lalu, aduan yang masuk masih sangat minim. Kurang dari lima aduan yang diterima, dari ratusan toko dan ribuan pekerja di Indonesia.

“Ini bukan pertanda baik sebenarnya ya, akhirnya kita perlu lihat apa jangan-jangan belum cukup memadai, apakah mereka belum cukup clear jalurnya ke mana,” kata Ratu.

Lazim berlaku, para korban takut mendapatkan stigma negatif ketika melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. Belum lagi berbagai tantangan sosial lain yang membuat penanganan kekerasan seksual sulit dilakukan.

Hal inilah yang sedang dipelajari The Body Shop untuk membenahi sistem yang sedang dibangun ini. Tujuan besarnya adalah memastikan para pekerjanya dihargai oleh siapapun, termasuk konsumen.

Disinggung soal risiko kehilangan konsumen karena upaya perlindungan pekerja ini, Ratu mengaku tidak pernah ada tendensi kekhawatiran itu. Begitu pula soal ketakutan citra brand yang tercoreng karena dianggap terlalu “kaku” dan tidak pro konsumen.

Dua hal ini tentunya amat penting, khususnya di era pandemi ini, yang merupakan masa sulit bagi semua lini bisnis. Sama seperti banyak bisnis lainnya, Ratu mengakui jika perusahaannya juga mengalami masa sulit akibat Covid-19.

“Ini bukan tantangan image sama sekali bagi kita, bahkan ini sebagai tahap pertama untuk kampanye kekerasan seksual dan menciptakan awareness juga safe space untuk perempuan” katanya lagi.

Baca juga: Banyak Remaja Perempuan Tidak Sadar Jadi Korban Kekerasan Seksual

Kini, Desy punya pemahaman lebih untuk merespon tindakan kekerasan seksual yang dialaminya. Paling tidak, ia juga mendapatkan sedikit perlindungan dari perusahaan tempatnya bekerja. Meski belum pernah menjajal jalur aduan yang disediakan, ibu tiga anak ini merasa mendapatkan tempat untuk menyampaikan keluhannya.

Statusnya sebagai karyawan tetap di The Body Shop juga disebutnya sebagai nilai lebih untuk mendapatkan proteksi. Desy merasa bisa berkomunikasi langsung dengan internal perusahaan guna mendapatkan dukungan yang dibutuhkan.

Jauh berbeda ketika belasan tahun lalu berstatus sebagai SPG di brand kecantikan lain. Karena dipekerjakan sebagai tenaga outsourcing, Desy tidak tahu harus mengadu kepada siapa saat mendapatkan kekerasan seksual.

Dunia maya juga belum jadi ruang aman

Ilustrasi cyberbullying.Dok. Shutterstock Ilustrasi cyberbullying.
The Body Shop jelas masih punya tantangan menghadapi risiko kekerasan seksual bagi pekerjanya dengan sistem penjualan yang didominasi offline. Namun booming sistem penjualan online di bisnis kecantikan juga tidak langsung menghapuskan risiko tersebut bagi pekerja perempuan yang terlibat.

Ketiadaan interaksi langsung dengan konsumen tidak sepenuhnya mampu menyediakan ruang yang aman. Selalu ada risiko kekerasan maupun pelecehan yang timbul akibat seksualitas perempuan.

Karyn Nadissa, External Manager Mad For Makeup mengatakan kekerasan seksual juga seringkali muncul di konten promosi media sosial. Contohnya ketika mempertanyakan penampilan fisik modelnya atau komentar lain yang bernada melecehkan.

Brand lokal ini memang dikenal kerap menggunakan pengikut media sosialnya sebagai persona branding produknya, dibandingkan sosok profesional.

“Kita berusaha melindungi dengan encounter komentar seperti itu di media sosial, sebagai perlindungan untuk model yang kita pekerjakan maupun edukasi kepada publik,” katanya saat diwawancara, Senin (07/03/2022).

Ruang aman juga coba diciptakan dengan menyediakan lokasi kerja yang nyaman untuk para modelnya. Misalnya ketika menjalani pemotretan di ruang publik maka lokasi dibuat senyaman dan terlindungi semaksimal mungkin. Harapannya, upaya ini bisa menekan risiko kekerasan seksual yang didapatkan para modelnya ketika tengah bekerja.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Mad. (@madformakeup.co)

Selain itu, brand yang didirikan dr. Shirley Oslan ini juga telah melakukan sejumlah movement untuk isu sensitif ini. Misalnya membagikan konten edukasi maupun hotline pertolongan di media sosial untuk korban kekerasan seksual serta penggalangan dana yang disalurkan ke LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK).

Sebagai brand lokal yang berdiri sejak 2017 lalu, Mad For Makeup memang memiliki sejumlah kepedulian terhadap berbagai isu sosial termasuk kekerasan seksual. Namun Karyn menegaskan ini bukan sebagai upaya panjat sosial dengan kesadaran yang mulai meningkat di masyarakat.

“Sejak awal sebagai people first company, kita berusaha terlibat langsung dengan konsumen dalam berbagai hal, termasuk memberikan edukasi yang lebih baik,” katanya.

Baca juga: 5 Kesalahan Soal Kekerasan Seksual yang Sering Dipercaya Orang

Konvensi ILO No.190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja salah Konvensi ILO No.190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerjasatunya menyoroti soal fenomena negatif ini. Perjanjian ini juga mengatur soal kekerasan dan pelecehan berbasis gender di dunia kerja, yang mengakibatkan kerugian fisik, psikologis, seksual atau ekonomi.

Para pekerja brand kecantikan, seperti sejumlah kasus di atas, termasuk yang menjadi sasaran pelecehan dari pihak ketiga, dalam hal ini konsumen.

Konvensi ini merancang pelaksanaannya dalam tiga tahap yakni pencegahan dan perlindungan, penegakan hukum dan pemulihan, serta panduan dan pelatihan.

Perlindungan harus diberikan termasuk dengan menyertakan kekerasan dan pelecehan dalam manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Rekomendasi Konvensi ILO No.190 juga termasuk memberikan akses pengaduan yang responsif gender dan mekanisme penyelesaian perselisihan, dukungan, layanan, serta pemulihan kasus kekerasan dan pelecehan yang berbasis gender.

Selain itu, perlu juga memberikan informasi, pelatihan dan kampanye publik untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman untuk semua gender.

Menjual keahlian, bukan hanya penampilan fisik

SPG maupun model brand kecantikan sering dianggap remeh hanya menjual penampilan fisiknya. Mereka hanya dibekali kecantikan dan penampilan fisik yang menarik, bukan keahlian sesungguhnya yang layak dihargai. Anggapan inilah yang merebak dan kemudian membuat pekerja perempuan ini kerap jadi sasaran kekerasan seksual saat bekerja.

Speaking, supaya bisa menjual barang sekaligus melayani konsumen,” jawab April, perempuan berusia 19 tahun, ketika ditanya apa yang jadi keahlian utamanya sebagai SPG.

Alih-alih wajah yang cantik atau fisik yang menarik, menurutnya kemampuan berbicara dan marketing jauh lebih diperlukan saat harus menjual produk kecantikan. Hal itu dirasakannya selama tiga tahun belakangan bekerja menjadi SPG freelance di Pontianak, Kalimantan Barat.

Apalagi ada target penjualan yang harus dipenuhi sehingga penampilan fisik saja tidak cukup. Persaingan antar brand kecantikan yang semakin ketat juga menjadi faktor yang membuat perlunya keahlian dalam menjual.

Dalam kariernya yang terbilang masih baru, April sempat merasakan sejumlah tindak kekerasan seksual dari konsumen. Sentuhan tangan yang disengaja dan permintaan nomor handphone atau akun media sosial adalah hal yang paling sering dirasakannya. Umumnya dialami jika terlibat dalam acara tertentu yang melibatkan banyak orang.

“Kalau di store lebih aman ya, karena orang yang datang lebih jelas, kalau event biasanya campur,” katanya lagi.

Pada saat seperti itulah, ia harus putar otak agar tetap mampu menjaga keamanan dirinya sekaligus memenuhi target penjualan. Biasanya, ia melakukan penolakan secara halus atau minta bantuan dari orang di sekitarnya.

Akan ada kenalanan, seperti sesama SPG atau pihak Event Organizer (EO) yang dimintanya mendampinginya. Cara ini cukup ampuh untuk menghalau tindak lanjut dari praktik kekerasan seksual tersebut, setidaknya sampai saat ini.

Ironisnya, April tidak bisa meminta perlindungan apapun dari perusahaan atau brand yang dipromosikannya. Sifat pekerjaannya yang umumnya berstatus freelance atau outsourcing, membuat April tidak berhubungan langsung dengan perusahaan. Ia hanya berkontak dengan pihak ketiga sebagai pemekerja seperti EO atau penyelenggara acara.

Artinya, semua risiko harus ditanggungnya sendiri, termasuk tindakan kekerasan seksual dari orang yang ditemuinya saat bekerja.

Baca juga: Banyak Remaja Perempuan Tidak Sadar Jadi Korban Kekerasan Seksual

Ratu Maulia Ommaya mengatakan penampilan fisik bukan jadi patokan utama untuk direkrut sebagai pekerja di store The Body Shop Indonesia. Kualifikasi pekerja ditentukan oleh posisi yang akan dipegang serta tugas yang akan dikerjakannya.

“Standarnya background pendidikan dan capacity-nya, sisi appearance nggak ada sih, seperti tinggi sekian atau jenis kulitnya,” katanya.

Apalagi dengan keharusan memahami produk The Body Shop yang jumlahnya ribuan serta sejumlah kampanye sosialnya maka good looking saja jelas tidak cukup, tandas Ratu. Butuh keahlian dan kemampuan yang jauh lebih penting dibandingkan penampilan fisik semata.

Natasia, Content Manager Mad For Makeup mengatakan representasi dan inspirasi adalah kunci pemilihan model untuk konten marketing produknya.

“Sebenarnya tidak ada penampilan fisik tertentu yang harus dipenuhi karena kita mau menampilkan representasi wanita Indonesia,” ujarnya. Maka penampilan yang dipilih juga bervariasi, dari warna kulit terang sampai sawo matang atau rambut ikal maupun lurus.

Dibandingkan penampilan fisiknya, model dipilih sesuai dengan kebutuhan konten dan target pasar yang ingin dituju. Sayangnya, inklusivitas yang ingin diwujudkan ini masih saja dinodai dengan pelecehan dan kekerasan berbasis gender dari warganet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com