Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Masa Kecil Kita Traumatis? Begini Cara Memastikannya

Kompas.com - Diperbarui 09/09/2023, 07:52 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Apakah kita memiliki masa kecil yang traumatis dan memengaruhi kehidupan saat ini?

Pertanyaan tersebut pasti pernah singgah di benak kita ketika mengalami gejolak emosional tertentu.

Kita lalu menduga-duga dan berusaha mengulik kenangan masa kecil untuk memahami lebih jauh pengalaman di masa lalu.

Baca juga: Trauma Masa Kecil Pengaruhi Cara Kita Mengatasi Konflik dalam Hubungan

Annie Wright, LMFT, psikoterapis berlisensi dari Berkeley, Amerika Serikat mengatakan jawaban atas pertanyaan tersebut tidak pernah sederhana.

"Ini rumit, dan perlu dijawab dengan cara yang bijaksana dan disengaja," katanya, dikutip dari Psychology Today.

Menurutnya, kita harus mendefinisikan trauma dan beberapa pertimbangan lainnya untuk menilai dampak masa kecil itu.

Apakah masa kecil kita traumatis?

Annie mengatakan, ketika kita mempertanyakan hal itu artinya ada sebagian kecil dari diri yang sudah memiliki jawaban yang dibutuhkan.

"Jika Anda googling pertanyaan ini, 'Apakah masa kecil saya traumatis?', percayalah bahwa sebagian dari Anda sudah tahu jawabannya," ujarnya.

Menurutnya, orang yang memiliki masa kecil yang normal dan bahagia sama sekali tidak pernah mempertanyakan hal itu dalam kehidupan dewasanya.

Sedangkan, orang yang memiliki masa kecil disfungsional, kasar, atau kacau awalnya kerap mengabaikan pertanyaan tersebut namun pikiran tersebut terus-menerus datang kembali.

Baca juga: Gangguan Kecemasan di Masa Kecil Picu Psikosis Saat Dewasa

"Trauma psikologis bersifat subjektif dan relatif," jelas Annie.

Hal yang membuat sesuatu traumatis bagi satu orang mungkin tidak traumatis bagi orang lain, tergantung pada kemampuan kita menghadapinya.

Namun terapis trauma dan penulis Karen Saakvitne mengatakan trauma dapat menjadi serangkaian kondisi yang bertahan lama.

Kondisi seperti itu kompleks dan berlarut-larut, artinya terjadi berulang kali dari waktu ke waktu dan mencakup lebih dari satu peristiwa.

Contohnya dapat mencakup pengabaian atau ancaman pengabaian; pelecehan verbal, emosional, atau fisik; menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga, dll.

Anak remaja biasanya mulai memiliki pendapat sendiri dan enggan menyimak nasihat orangtuanyaPexels/ Monstera Anak remaja biasanya mulai memiliki pendapat sendiri dan enggan menyimak nasihat orangtuanya

Annie, yang juga pakar penyembuhan trauma, menambahkan penting juga menambahkan realitas subjektif saat menilai masa kecil kita.

Baca juga: 4 Dampak Trauma Masa Kecil yang Terbawa hingga Dewasa

"Pengalaman subjektif Anda – realitas individual Anda yang unik – adalah bagian dari apa yang menentukan apakah sesuatu terasa traumatis atau tidak," terangnya.

Sebagai contoh, saudara kandung yang beranggapan perceraian orangtua tidak memicu pengalaman buruk.

Namun kita memiliki pendapat berbeda karena merasakan dampaknya sehingga menilai masa kecil kita traumatis.

"Tidak ada pendapat yang objektif tentang apa yang membuat sesuatu traumatis atau tidak. Terserah Anda untuk mendefinisikan," tegas Annie.

Baca juga: Trauma Masa Kecil Picu Kebiasaan Gonta-ganti Pasangan, Benarkah?

Ia juga menambahkan, pertanyaan tersebut penting untuk diutarakan dan dicari jawabannya, meskipun terasa tidak nyaman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com