KOMPAS.com - Sejumlah penyintas Covid-19 kerap mengeluhkan kesulitan berkonsentrasi dan mudah lupa setelah sembuh dari infeksinya.
Penurunan kemampuan otak dan memori ini tentunya mengganggu aktivitas kita sehari-hari.
Bahkan kita menjadi mudah marah, lelah dan terkuras emosionalnya karena mengalami gejala tersebut.
Berbagai keluhan tersebut bisa saja merupakan gejala long covid yang disebut dengan brain fog alias kabut otak.
Baca juga: Menurut WHO, Ini 3 Gejala Long Covid yang Paling Sering Dikeluhkan
Istilah ini menggambarkan perasaan ketidakjelasan mental, mempengaruhi setiap orang secara berbeda.
Sensasinya mirip seperti ketika kita mengalami jet-lagged atau kelelahan setelah begadang semalaman namun brain fog terjadi selama berkepanjangan.
Sebenarnya, ada banyak kondisi kesehatan dan infeksi yang diketahui menyebabkan brain fog.
Misalnya penyakit sepsis yang menyebabkan perubahan inflamasi di otak yang mempengaruhi fungsi kognitif dan perhatian.
Brain fog juga bisa menjadi gejala penyakit Lyme dan kanker yang sedang dirawat dengan kemoterapi.
Orang yang tertular influenza biasa bahkan bisa mengalami brain fog, yang juga dikenal dengan julukan flu brain.
James Giordano, profesor neurologi dan biokimia di Georgetown University Medical Center, AS mengatakan brain fog yang terjadi pada penyintas Covid-19 berbeda-beda pada setiap orang.
Baca juga: Apakah Long Covid Termasuk Gangguan Mental?
Brain fog biasanya sembuh ketika infeksinya sembuh namun Covid-19 menyebabkan efek peradangannya bertahan lebih lama dan intens.
Dalam beberapa kasus, kabut otak pada penyintas Covid-19 bisa bertahan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
"Brain fog yang dialami orang dengan Covid-19 yang lama kemungkinan besar merupakan akibat dari efek peradangan langsung dan tidak langsung pada otak," kata Giordano.
Covid-19 terbukti dapt memicu respon peradangan parah yang menyebabkan banyak kerusakan jaringan di tubuh.