Sebenarnya, mengapa hybrid working dapat menyebabkan karyawan kelelahan secara emosional? Lalu, langkah apa yang dapat ditempuh karyawan dan perusahaan agar hybrid working berjalan dengan baik?
Baca juga: 6 Tips Menavigasi Pekerjaan Baru yang Fully Remote
Selama pandemi, bekerja fleksibel dari rumah sudah menjadi rutinitas sehari-hari karyawan. Banyak perusahaan juga sudah menerapkan kebijakan bekerja remote.
Namun, sejumlah perusahaan menggunakan hybrid working sebagai model kerja baku setelah situasi dinilai aman untuk karyawan kembali bekerja di kantor.
Secara teori, hybrid working adalah bentuk kesepakatan kerja terbaik antara perusahaan dan karyawan.
Sistem ini menggabungkan pola bekerja pra-pandemi dan WFH, sehingga karyawan dapat berkolaborasi dengan rekan kerja dan membentuk tim, sekaligus bekerja lebih fleksibel dan lebih fokus di rumah.
Hybrid working tampak menguntungkan bagi para pekerja. Dalam satu studi di bulan Mei 2021, sebanyak 83 persen responden mengatakan mereka ingin mengikuti hybrid working setelah pandemi.
"Ada dugaan hybrid working akan menjadi yang terbaik bagi kedua belah pihak," kata Elora Voyles, psikolog organisasi industri dan ilmuwan manusia di Tinypulse.
"Bagi atasan, itu artinya mereka memertahankan kendali dan dapat melihat karyawan secara langsung."
"Bagi karyawan, sistem ini menawarkan lebih banyak fleksibilitas daripada bekerja penuh waktu di kantor dan mereka dapat bekerja dengan aman selama pandemi."
Namun, karena unsur kebaruan hybrid working sudah memudar (tidak lagi menjadi tren), antusiasme karyawan juga menurun.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.