"Hybrid, di sisi lain, membutuhkan perubahan yang sering pada kebiasaan sehari-hari, pekerja harus terus-menerus mengubah keadaan, jadi sulit untuk menemukan rutinitas ketika jadwal kita keluar dan masuk kantor."
Hal serupa disampaikan Gail Kinman, psikolog dan rekan peneliti di British Psychological Society.
"Beralih ke hybrid working berpotensi mengganggu rutinitas rumah dan kerja seseorang."
"Praktik hybrid belum menjadi kebiasaan, sehingga membutuhkan energi, organisasi, dan perencanaan yang lebih besar."
"Kita harus membentuk strategi baru yang tidak akan kita perlukan jika kita sepenuhnya bekerja remote atau bekerja di kantor," tambahnya.
Membawa pekerjaan bolak-balik ke kantor dan ke rumah juga bisa berdampak secara psikologis bagi karyawan.
Satu studi terbaru mengungkap, 20 persen pekerja di Inggris melaporkan kesulitan untuk berhenti bekerja dan merasa selalu aktif.
Hybrid working juga menyiratkan kurangnya kepercayaan dari perusahaan kepada karyawan, dibandingkan bekerja jarak jauh, tambah Kinman.
"Jika atasan menerapkan sistem kerja hybrid tanpa memercayai tenaga kerja, itu membuat pekerja merasakan tekanan untuk menunjukkan kepada bos bahwa mereka tidak mengambil keuntungan dengan bekerja dari rumah."
"Itu bisa menyebabkan karyawan bekerja terlalu banyak dan kelelahan, yang efeknya bisa menghancurkan tetapi butuh waktu lama untuk terlihat."
Baca juga: 4 Tips Mengelola Kecemasan Saat Kembali Bekerja di Kantor
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.