KOMPAS.com - Marc Marquez absen dari laga MotoGP Mandalika 2022 akibat gegar otak ringan.
Pebalap Repsol Honda itu dinyatakan tidak fit sehingga gagal mengikuti Pertamina Grand Prix of Indonesia perdana ini.
Ia mengalami kecelakaan fatal saat sesi pemanasan sehingga mendapatkan sejumlah benturan di kepalanya.
Dilansir dari Mayo Clinic, gegar otak adalah cedera otak traumatik yang mempengaruhi fungsi otak seseorang.
Biasanya, gegar otak ini dapat menyebabkan sakit kepala dan masalah dengan konsentrasi, memori, keseimbangan dan koordinasi, meski hanya bersifat sementara.
Gegar otak ini biasanya disebabkan oleh hantaman di kepala, yang bisa terjadi akibat jatuh saat berolahraga.
Seperti ketika Marc Marquez mengalami high side sehingga tubuhnya terlempat ke udara dan mendarat dengan keras.
Baca juga: Cermati, 5 Reaksi Otak ketika Tubuh Kurang Olahraga
Selain itu, mengguncang kepala dan tubuh bagian atas dengan keras juga dapat menyebabkan gegar otak.
Dalam beberapa kasus, gegar otak ini dapat menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran, meski jarang terjadi dan umumnya, seseorang bisa pulih sepenuhnya setelah mengalaminya.
Jaringan otak bersifat lembut, terdiri dari konsistensi gelatin yang melindungi otak dari goncangan dan benturan sehari-hari berkat adanya cairan serebrospinal dalam tengkorak.
Hantaman keras ke arah kepala dan leher, atau tubuh bagian atas dapat menyebabkan otak meluncur maju-mundur ke dinding bagian dalam tengkorak.
Akselerasi atau deselerasi kepala yang terjadi secara mendadak, seperti tabrakan mobil atau terguncang keras juga bisa menjadi penyebab dari cedera otak.
Baca juga: Jangan Sepelekan Benturan Kepala Saat Berolahraga
Cedera ini dapat menyebabkan adanya pendarahan di dalam atau sekitar otak, menyebabkan gejala seperti rasa kantuk dan kebingungan yang berkepanjangan.
Gejala seperti ini dapat berkembang secara langsung atau lambat.
Pendarahan seperti itu bisa berakibat fatal. Itu sebabnya siapa pun yang mengalami cedera otak perlu pemantauan dan perawatan darurat jika gejalanya memburuk.
Namun, gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari, beberapa minggu, atau lebih lama.
Gejala fisik yang terlihat saat seseorang mengalami gegar otak adalah sakit kepala, telinga berdengung, mual, muntah, kelelahan, dan pengelihatan kabur.
Selain itu, biasanya penderita akan merasa kebingungan dan pusing.
Terkadang, seseorang juga bisa mengalami amnesia atau hilang ingatan pun terjadi akibat gegar otak.
Kita juga bisa melihat tanda-tanda gegar otak pada seseorang yang mengalami gejala berikut:
Lalu, terkadang ada beberapa gejala gegar otak yang terjadi selama berhari-hari setelah cedera.
Misalnya gangguan konsentrasi dan memori, mudah marah, peka pada cahaya dan kebisingan, gangguan tidur, serta masalah penyesuaian psikologis dan depresi.
Baca juga: 3 Makanan Ini Dapat Menurunkan Fungsi Otak dengan Cepat, Apa Saja?
Seperti Marc Marquez, umumnya atlet yang mengalami gejala gegar otak tidak boleh bertanding atau melanjutkan aktivitasnya selama gejala masih ada.
Para ahli merekomendasikan bahwa seorang atlet dengan dugaan gegar otak tidak kembali ke aktivitas yang berhubungan dengan risiko gegar otak yang lebih tinggi saat masih memiliki gejala.
Baca juga: Tidur Cukup dan Berkualitas, Kunci Ketajaman Otak
Lalu, atlet usia anak dan remaja harus dievaluasi oleh tenaga kesehatan yang terlatih dalam mengevaluasi dan mengelola gegar otak anak.
Para ahli juga merekomendasikan bahwa baik atlet dewasa, anak-anak dan remaja dengan gegar otak tidak kembali bermain pada hari yang sama dengan cedera.
Gegar otak bisa menyebabkan beberapa komplikasi, seperti sakit kepala post-traumatik yang biasa terjadi hingga tujuh hari setelah cedera atau vertigo post-traumatik yang bisa terjadi hingga berbulan-bulan.
Lima belas hingga 20 persen penderita gegar otak mengalami sulit berpikir, pusing, dan sakit kepala terus menerus hingga melebihi tiga minggu.
Jika terjadi selama lebih dari tiga bulan, hal ini sudah bisa dikategorikan sebagai persistent post-concussive symptoms (post-concussive syndrome).
Baca juga: Pakai Jaket Custom Buatan Bandung, Jokowi Jajal Jalur Bypass Mandalika
Ada pula yang mengalami second impact syndrome atau gegar otak kedua meski gejala pertama belum pulih, Hal ini bisa menimbulkan pembengkakkan otak fatal.
Lalu, penelitian aktif saat ini sedang dilakukan untuk mempelajari efek dari cedera kepala berulang yang tidak menimbulkan gejala (cedera subconcussive).
Jadi, saat ini, tidak ada bukti konklusif yang menunjukkan bahwa cedera otak berulang berkontribusi pada efek kumulatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.