Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pawang Hujan, Bukan Hanya Tradisi yang Berlaku di Indonesia

Kompas.com - 21/03/2022, 05:30 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Aksi pawang hujan di gelaran MotoGP Mandalika 2022 menjadi salah satu yang paling menarik perhatian.

Cuaca yang sebelumnya panas terik mendadak hujan deras sehingga race harus diundur demi keselamatan para pembalap.

Demi kelancaran Pertamina Grand Prix of Indonesia yang amat dinanti, pawang hujan akhirnya turun tangan dengan rangkaian ritualnya.

Baca juga: Risiko Heat Stroke, Alasan Pembalap MotoGP Mandalika Merendam Diri

Aksinya ini sempat menjadi tontonan publik dan, tentunya, pembahasan netizen di media sosial.

Banyak yang mengaku malu dengan ritual tersebut karena berbau klenik, yang tidak masuk akal di era modern ini.

Namun banyak pula yang menganggapnya sebagai local wisdom Bangsa Indonesia sehingga bukan hal yang memalukan.

Terlepas perdebatan yang terjadi, siapa sangka, ritual pawang hujan itu membuahkan hasil dan MotoGP Mandalika 2022 akhirnya bisa dimulai.

Pawang hujan, praktik yang banyak dilakukan di negara lain

Ritual pawang hujan tentunya sudah sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya ketika sedang ada acara besar.

Pernikahan, acara budaya, sampai tradisi kampung adalah momen yang biasanya menyertakan sosok pawang hujan.

Meski banyak yang sangsi dengan keampuhannya, toh banyak yang memanfaatkannyaa demi kelancaran hajat.

Bangsa Indonesia sebenarnya bukan satu-satunya negara yang masih menerapkan praktik pawang hujan di era serba digital ini.

Baca juga: Perlukah Pawang Hujan untuk Pesta Pernikahan Anda?

Masyarakat sesama negara Asia Tenggara, Thailand menghalau hujan dengan menggunakan serai dan seorang gadis perawan.

Dikutip dari Bangkok Post, Andrew Biggs penulis Australia yang bertugas di Chiang Mai, Thailand mengaku menyaksikan sendiri keampuhan praktik pawang hujan ini.

Masyarakat setempat menancapkan sebatang serai ke tanah dan meminta seorang gadis perawan berdoa agar hujan berhenti turun.

Ritual ini dipercaya dapat menangkal awan badai sehingga cuaca hari itu lebih cerah dan acara bisa berjalan lancar.

Biggs mengatakan, ritual pawang hujan ini bahkan dilakukan oleh kalangan modern, yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan melek teknologi.

"Saya suka cara kebiasaan kuno seperti itu berbaur dengan mulus ke dalam kehidupan modern Thailand," katanya.

Boneka teru teru bozu merupakan salah satu ritual pawang hujan yang berlaku di masyarakat JepangPexels Boneka teru teru bozu merupakan salah satu ritual pawang hujan yang berlaku di masyarakat Jepang
Selain itu, Jepang juga termasuk negara yang masih menerapkan praktik pawang hujan hingga kini.

Ritual ini bahkan ditampilkan dalam berbagai komik, anime, film dan media dari Negeri Matahari Terbit ini.

Ritual pawang hujan yang dimaksud adalah Teru Teru Bozu berupa boneka putih yang digantung di jendela menggunakan benang.

Teru dalam bahasa Jepang berarti bersinar atau cerah, sedangkan bozu dapat diartikan sebagai biksu.

Masyarakat Jepang percaya boneka ini bisa mencegah hujan turun, khususnya dalam momen-momen istimewa.

Baca juga: Gegar Otak, Cedera Traumatik yang Dialami Marc Marquez di Mandalika

Ritual pawang hujan ini kabarnya dilakukan pertama kali oleh para petani di Zaman Edo.

Bentuk boneka ini sekilas mengingatkan pada boneka hantu, namun dipercaya tetap dapat mendatangkan kekuatan magis untuk membawa cuaca yang baik.

Meski kini masyarakat Jepang sudah jauh lebih modern dan dikenal dengan kemajuan teknologinya, ritual pawang hujan Teru Teru Bozu ini masih banyak dilakukan.

Biasanya ini dipraktikkan sebelum acara keluarga atau piknik sekolah yang dilakukan di luar ruangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com