Alih-alih merasa malu, orang-orang yang tidak kapabel sering kali memiliki kepercayaan diri yang tidak pada tempatnya. Mereka terperdaya pada biasnya sendiri sehingga menganggap dirinya berwawasan luas.
“In many cases, incompetence does not leave people disoriented, perplexed, or cautious. Instead, the incompetent are often blessed with an inappropriate confidence, buoyed by something that feels to them like knowledge."
Sejalan dengan hal ini, Ian G. Anson dari University of Maryland (2018) dalam artikelnya berjudul Partisanship, Political Knowledge, and The Dunning Kruger Effect melakukan survei tentang pemahaman politik warga Amerika Serikat.
Hasil temuannya menunjukkan bahwa mereka yang memiliki pengetahuan politik rendah merasa dirinya paling paham dan pintar soal politik dibandingkan dengan mereka yang mengaku tidak paham politik.
Mereka yang terlampu percaya diri akan kemampuannya padahal tidak kompeten akan berdampak buruk bagi dirinya maupun orang lain.
Michael J. Spivey dalam tulisan Why You Should Trust Scientist on Covid-19 melihat bahwa banyak warga Amerika yang meninggal setelah terpapar Covid-19 karena mempercayai saran dari politikus dan tokoh-tokoh tertentu untuk berpergian secara bebas dan tidak mengenakan masker.
Spivey menyayangkan bahwa mereka lebih mempercayai politikus dan tokoh tertentu dengan segala disinformasi dan misinformasi daripada dokter dan ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang virus.
Di media sosial juga kerap kita jumpai para selebgram dan youtuber menggunggah konten-konten tertentu, padahal mereka bukanlah orang yang ahli di bidangnya. Hal ini tentu saja menyesatkan dan merugikan karena berpotensi ditiru oleh masyarakat.
Bagaimana mengukur kepintaran dan kepercayaan diri seseorang?
Martin M. Broadwell dalam Four Levels of Teaching menjelaskan bahwa setiap individu harus melalui empat fase atau tahapan untuk mencapai level sebagai ahli.
Fase pertama unconscious incompetence (secara tidak sadar tidak kompeten). Di tahap ini individu yang melakukan kesalahan tidak mengetahui bahwa ia telah melakukan kesalahan dan malah merasa percaya diri serta antiterhadap kritikan.
Fase kedua, conscious incompetence (secara sadar tidak kompeten). Ketika individu melakukan kesalahan dan sadar akan kesalahan yang telah ia buat. Di tahap ini pengalaman juga bertambah.
Namun biasanya ia akan merasa putus asa karena merasa kurang mampu untuk melakukan sesuatu dengan benar.
Fase ketiga, conscious competence (secara sadar kompeten). Di level ini, individu sadar bahwa ia mampu melakukan sesuatu dengan benar dari proses pembelajaran dan kesalahan-kesalahan yang ia perbaiki di masa lalu.
Fase terakhir, unconscious competence (secara tidak sadar kompeten). Tahapan ini adalah puncak tertinggi dalam teori Dunning Kruger effect, yaitu ketika individu secara tidak sadar mampu melakukan sesuatu dengan benar karena ia telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih dari cukup di bidangnya.