Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Anda Terlalu Percaya Diri? Mungkin Anda Mengalami Efek Dunning Kruger

Kompas.com - 08/04/2022, 07:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ANDA mungkin pernah bertemu dengan orang yang merasa paling benar, percaya diri, paling tahu segala hal, dan gemar sekali menyalahkan orang lain.

Dampaknya kita sering dibuat kesal dan merasa berkecil hati karena performanya yang terkesan hebat.

Sebaliknya, Anda juga mungkin pernah bertemu dengan orang yang tidak banyak bicara, dan selalu merasa kurang percaya diri atas kemampuannya atau kepintarannya sendiri. Padahal ia sebenarnya memiliki pengetahuan yang baik tentang sesuatu hal.

Kedua tipe individu ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti di lingkungan kerja, keluarga, pertemanan, hubungan percintaan, dan relasi sosial lainnya.

Fenomena ini bisa dijelaskan dengan teori Dunning Kruger Effect, yaitu suatu fenomena saat seseorang keliru menilai kemampuannya dan merasa lebih hebat, pintar, dan superior.

Teori ini pertama kali diperkenalkan tahun 1999 oleh Davin Dunning dan Justin Kruger, psikolog asal Cornell University, untuk melihat bias kognitif pada individu yang memiliki pengetahuan intelektual terbatas, namun kerap melebih-lebihkannya dan merasa sangat percaya diri dibandingkan orang-orang pada umumnya.

Dalam jurnal berjudul Unskilled and Unaware of It: How Difficulties in Recognizing One's Own Incompetence Lead to Inflated Self-Assesment, Dunning dan Kruger berargumen bahwa "semakin bodoh Anda, semakin yakin Anda sebenarnya tidak bodoh." Tidak hanya itu, mereka bukan hanya salah dalam menyimpulkan dan membuat pilihan, mirisnya inkompetensi ternyata juga merampas kemampuan meta-kognitif mereka dalam menyadari kesalahan tersebut (2017:52).

Istilah ini juga sejalan dengan apa yang dipaparkan oleh Nichols sebagai the death of expertise (matinya kepakaran).

Di dunia sastra, fenomena psikologis ini juga pernah dilontarkan oleh penyair dan novelis keturunan Jerman-Amerika, Henry Charles Bukowski, bahwa the problem with the world is that intelligent people are full of doubts, while the stupid ones are full of confidence.

Untuk memahami tingkat kepercayaan yang terlampau tinggi dalam keterampilan seseorang, Dunning dan Kruger melakukan eksperimen yang meliputi tiga rangkaian bidang: humor, tes penalaran, dan tata bahasa.

Dalam temuan mereka, responden dengan nilai rendah memiliki kecenderungan untuk menilai diri mereka kompeten. Contohnya responden dengan skor 12 persen yang ironisnya malah menganggap dirinya memiliki kemampuan sebesar 62 persen.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mereka bukan saja kurang mampu mengerjakan tes tersebut, tetapi juga gagal menyadari kesalahan mereka dalam tes yang diberikan.

Secara spesifik lagi, di tes tata bahasa, dari 84 responden, mereka yang berkemampuan rendah dan berada di presentil 10 persen justru menganggap bahwa kemampuan tata bahasa mereka sangat tinggi.

Sementara responden yang mendapatkan nilai yang tinggi cenderung meragukan kemampuan dan pengetahuan mereka sendiri.

Dilansir dari laman Pacific Standard, dalam tulisannya yang berjudul we are all confident idiots: the trouble with ignorance is that it feels so much like expertise. A leading research on the psychology of human wrongness set us straight, Dunning menuliskan bahwa dalam banyak kasus, inkompetensi ternyata tidak membuat orang merasa bingung ataupun hati-hati.

Alih-alih merasa malu, orang-orang yang tidak kapabel sering kali memiliki kepercayaan diri yang tidak pada tempatnya. Mereka terperdaya pada biasnya sendiri sehingga menganggap dirinya berwawasan luas.

In many cases, incompetence does not leave people disoriented, perplexed, or cautious. Instead, the incompetent are often blessed with an inappropriate confidence, buoyed by something that feels to them like knowledge."

Sejalan dengan hal ini, Ian G. Anson dari University of Maryland (2018) dalam artikelnya berjudul Partisanship, Political Knowledge, and The Dunning Kruger Effect melakukan survei tentang pemahaman politik warga Amerika Serikat.

Hasil temuannya menunjukkan bahwa mereka yang memiliki pengetahuan politik rendah merasa dirinya paling paham dan pintar soal politik dibandingkan dengan mereka yang mengaku tidak paham politik.

Bahaya efek Dunning Kruger

Mereka yang terlampu percaya diri akan kemampuannya padahal tidak kompeten akan berdampak buruk bagi dirinya maupun orang lain.

Michael J. Spivey dalam tulisan Why You Should Trust Scientist on Covid-19 melihat bahwa banyak warga Amerika yang meninggal setelah terpapar Covid-19 karena mempercayai saran dari politikus dan tokoh-tokoh tertentu untuk berpergian secara bebas dan tidak mengenakan masker.

Spivey menyayangkan bahwa mereka lebih mempercayai politikus dan tokoh tertentu dengan segala disinformasi dan misinformasi daripada dokter dan ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang virus.

Di media sosial juga kerap kita jumpai para selebgram dan youtuber menggunggah konten-konten tertentu, padahal mereka bukanlah orang yang ahli di bidangnya. Hal ini tentu saja menyesatkan dan merugikan karena berpotensi ditiru oleh masyarakat.

Bagaimana mengukur kepintaran dan kepercayaan diri seseorang?

Martin M. Broadwell dalam Four Levels of Teaching menjelaskan bahwa setiap individu harus melalui empat fase atau tahapan untuk mencapai level sebagai ahli.

Fase pertama unconscious incompetence (secara tidak sadar tidak kompeten). Di tahap ini individu yang melakukan kesalahan tidak mengetahui bahwa ia telah melakukan kesalahan dan malah merasa percaya diri serta antiterhadap kritikan.

Fase kedua, conscious incompetence (secara sadar tidak kompeten). Ketika individu melakukan kesalahan dan sadar akan kesalahan yang telah ia buat. Di tahap ini pengalaman juga bertambah.

Namun biasanya ia akan merasa putus asa karena merasa kurang mampu untuk melakukan sesuatu dengan benar.

Fase ketiga, conscious competence (secara sadar kompeten). Di level ini, individu sadar bahwa ia mampu melakukan sesuatu dengan benar dari proses pembelajaran dan kesalahan-kesalahan yang ia perbaiki di masa lalu.

Fase terakhir, unconscious competence (secara tidak sadar kompeten). Tahapan ini adalah puncak tertinggi dalam teori Dunning Kruger effect, yaitu ketika individu secara tidak sadar mampu melakukan sesuatu dengan benar karena ia telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih dari cukup di bidangnya.

Bagaimana menghindari efek Dunning Kruger?

Dilansir dari laman healthline, Carly Vandergriendt dalam tulisannya The Dunning Kruger Effect Explained memberikan beberapa saran untuk terhindar dari efek Dunning Kruger.

Pertama, beri waktu untuk refleksi (take time to reflect). Beberapa orang merasa jauh lebih percaya diri membuat keputusan secara cepat, namun kerap berujung kesalahan. Oleh karena itu, beri jeda untuk berpikir dan belajar dari kesalahan.

Kedua, tanamkan kemauan untuk terus belajar. Tidak ada orang yang tahu segala hal. Jadi jangan malu untuk bertanya atau meminta bantuan pada orang lain tentang hal-hal yang tidak kita ketahui.

Ketiga, selalu tantang apa yang kita yakini dan jangan pernah menganggap sebagai hal yang taken for granted. Dunia terus mengalami perubahan, maka carilah kontradiksi dari apa yang Anda yakini.

Keempat, ubah cara kita berlogika. Cobalah pendekatan yang berbeda dalam menyelesaikan masalah atau segala pertanyaan.

Hal ini akan membantu kita mengembangkan daya penalaran menjadi lebih fleksibel dan meningkatkan kemampuan meta kognisi kita.

Kelima, belajarlah dari kritik yang diberikan oleh orang lain. Namun jika tidak yakin akan kualitas kritik yang diberikan, maka refleksikan kembali penampilan dan tindakan kita sebelum menyalahkan mereka.

Tidak hanya itu, untuk terhindar dari efek Dunning Kruger, kita juga harus mampu berpikir kritis. Biasakan diri untuk berpikir secara rasional dan mencari suatu klaim pengetahuan dengan detail yang valid dan spefisik.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com