Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Mengapa Terkadang Sukses Tak Membuat Kita Bahagia?

Kompas.com - 14/04/2022, 18:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Fandhi Gautama

KOMPAS.com - Mungkin kita pernah mendengar kisah hidup orang sukses yang berakhir tragis. Beberapa di antaranya bahkan sempat mengalami gangguan mental, seperti depresi, sebelum mengakhiri hidupnya.

Hal ini membuktikan bahwa kesuksesan itu bukanlah segalanya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bisa menyeimbangkan hidup dengan emosi positif, seperti rasa bahagia.

Ketika bahagia, kita akan merasa hidup lebih bermakna. Dengan begitu, kita juga jadi mensyukuri setiap proses yang dijalani sehingga tak hanya berorientasi pada hasil.

Bahkan, PBB menetapkan Hari Bahagia Sedunia yang jatuh pada 20 Maret setiap tahunnya. Perayaan hari ini dilakukan untuk mengingatkan kembali kepada orang-orang bahwa mempunyai kebahagiaan dalam hidup itu penting.

Arvan Pradiansyah, motivator tentang happiness dan leadership, dalam siniar Smart Inspiration edisi Happiness bertajuk "Sukses Bukanlah Parameter Kebahagiaan, Lalu Apa Parameternya?", mengungkapkan bahwa "Dengan adanya International Day of Happiness, kita jadi diingatkan kalo sukses bukan tujuan (utama), tapi perantara aja."

Lantas, mengapa kesuksesan tak melulu dapat memenuhi rasa bahagia kita?

Proses yang Tak Sehat

Kesuksesan yang tak diimbangi dengan rasa bahagia, bisa membuat kita melakukan berbagai cara kotor untuk mencapainya.

Menurutnya, kini orang bisa menghalalkan segala cara untuk meraih kesuksesan dengan membuat orang lain menderita. Misalnya saja fenomena penimbun minyak goreng atau masker pada masa pandemi di negeri ini.

"Yang dikejar dalam hidup ini selalu adalah kesuksesan. Dan untuk mengejar kesuksesan itu, kita bisa menghalalkan segala cara," tambahnya.

Baca juga: Jaga Kesehatan Mental lewat Webinar Anyaman Jiwa: Social Media Detox

Padahal, salah satu indikator yang PBB terapkan untuk peringkat negara paling bahagia adalah kemurahan hati. Hal ini dapat dilihat melalui rasa percaya kita dengan orang satu negara.

Selain itu, kepercayaan ini juga dapat dilihat pada pemikiran masyarakat terhadap pemerintah. Dikatakan bahwa negara bahagia memiliki rakyat yang percaya kalau pemimpinnya tidak korupsi.

Namun, hal tersebut tampaknya tak berlaku di Indonesia yang menurut laporan World Happiness 2022 kini berada di peringkat ke-87. Hal ini karena banyak masyarakat kita yang masih skeptis terhadap satu sama lain.

Hal ini tentu bukan tanpa sebab. Jika ingin dipercaya, seharusnya kita sama-sama membangun rasa tersebut dengan mulai melakukan proses atau usaha yang sehat.

Arvan juga menambahkan bahwa, "Kepercayaan kita terhadap sesama, itu juga sumber kebahagiaan kita."

Terlalu Menuhankan Hasil

Pendiri Virgin Group, Richard Branson, dalam unggahan LinkedIn-nya mengatakan bahwa banyak orang yang mengukur kesuksesan lewat uang atau banyaknya relasi. Padahal, menurutnya, "Kesuksesan yang sesungguhnya itu diukur dari seberapa bahagia dirimu."

Ketika terlalu berorientasi pada hasil, kita cenderung tak menikmati proses. Selain itu, apabila gagal, kita juga akan menyalahkan diri sendiri atas kelemahan yang dimiliki.

Bahkan, menurut Arvan kesuksesan sudah seperti "Tuhan" karena dianggap paling penting. Sering kali kita melakukan itu karena anggapan kalau sudah sukses, maka semua dapat dilakukan dengan lancar.

Baca juga: Agar Tak Keliru, Seimbangkan Profesi dan Gaya Hidup dengan Cara Ini

Justru, saat kita berada di puncak tertinggi kesuksesan, tantangan baru yang lebih sulit baru saja dimulai.

Tak Memiliki Makna Kehidupan

Kita melihat fenomena banyak orang dengan karier cemerlang tapi hidupnya hampa. Mereka akhirnya terjerumus pada hal yang salah, seperti narkoba dan alkohol.

Tragisnya, ada beberapa dari mereka yang memiliki masalah gangguan mental dan berakhir bunuh diri. Menurut Arvan, hal tersebut disebabkan karena mereka mayoritas tak memiliki makna dalam hidup.

"Dan bukti dari kehampaan itu adalah menganggap dirinya tak bermakna: meaningless."

Baca juga: Ini Alasan Kenapa Manusia Sering Menyalahkan Takdir

Mirisnya, mereka sering kali kita lihat bahagia saat berada di layar kaca. Akan tetapi, kita tak tahu bahwa mereka sebenarnya memiliki masalah yang rumit.

Dari situ, motivasi untuk hidup pun hilang. Padahal, kebahagiaan itu harusnya milik diri sendiri, bukan untuk orang lain.

Dengarkan informasi lainnya perihal cara memulai dan menjalankan bisnis, serta motivasi sebagai upaya menemukan keseimbangan hidup yang lebih berkualitas dan bahagia hanya melalui siniar Smart Inspiration di Spotify.

Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbaru tiap hari Selasa, Rabu, dan Kamis!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com