KOMPAS.com - Peristiwa global, pemberitaan seputar kesehatan, dan informasi bertubi-tubi dari media terus menerpa kita. Semua itu memicu perasaan stres yang berdampak bagi kesehatan mental.
Dilansir dari Cleveland Clinic, di era yang serba modern ini, kita bersentuhan dengan banyak stresor dan sumber kecemasan.
Baca juga: 10 Hal Sederhana untuk Mengatasi Stres, Cuma Perlu 15 Menit
"Sekarang lebih sulit menjauh dari dunia digital. Aliran informasi yang konstan mengubah apa yang kita hadapi dan apa yang dilakukan otak," kata Matthew Sacco, PhD, psikolog dari Cleveland Clinic Campus, Amerika Serikat.
Menurut dia, stres akibat informasi yang berlebihan dapat mengakibatkan konsekuensi serius. Dampak yang paling terasa pada fisik adalah tekanan darah tinggi sampai mual.
Dari sisi mental, aliran deras informasi yang terkadang negatif ini dapat mengakibatkan stres, kecemasan, sampai depresi.
Dr. Sacco menjelaskan bahwa faktor penyebab stres di era yang serba modern ini juga datang dari berbagai sumber.
Sehingga, penting bagi kita untuk menemukan cara mengatasi stres dari hari ke hari.
"Kita dibanjiri banyak hal, bukan hanya berita. Banyak kejadian yang sebenarnya biasa, tapi muncul di pemberitaan secara sangat fantastis," katanya.
Hal-hal seperti itulah yang membuat kita lebih mudah stres ketika otak merespons semua informasi tersebut.
Dampak dari stres akibat pemberitaan juga mengakibatkan kita mengalami sindrom FOMO.
Istilah FOMO (fear of missing out) menjadi suatu fenomena yang familiar bagi masyarakat modern.
FOMO dapat dimaknai dengan persepsi, perasaan ketakutan atau kecemasan yang berupa perasaan kehilangan jika melewatkan berita terbaru baik di media sosial atau tren yang sedang berkembang.
Baca juga: Ini 3 Penyebab Stres di Kamar Tidur yang Perlu Dihindari
Beberapa tips yang bisa diterapkan ketika mengalami stres akibat pemberitaan atau bahkan merasa ketinggalan berita terbaru alias FOMO adalah sebagai berikut.
Ketika sebuah peristiwa atau krisis besar terjadi, banyak dari kita yang melihatnya melalui ponsel, internet, dan media sosial untuk mendapatkan informasi.
Kebiasaan seperti ini perlu dikendalikan, sebab dapat memicu tindakan yang membuat otak terus-menerus menerima pemberitaan negatif hingga stres pun melanda.