KOMPAS.com - Libur Lebaran 2022 segera usai beberapa hari lagi. Mendekati rutinitas yang akan dijalani dalam waktu dekat, pernah merasakan stres, cemas bahkan malas menghadapi rutinitas kembali?
Waspadai gangguan mental yang disebut post holiday blues. Menurut National Alliance on Mental Illness (NAMI), kondisi ini dinyatakan sebagai perasaan cemas dan stres yang muncul setelah liburan.
Gina Moffa, seorang psikoterapis yang berbasis di New York, AS mengatakan, post holiday blues hanya muncul beberapa hari ketika memulai rutinitas seperti biasa.
Tapi, dampaknya bisa memicu penurunan produktivitas, perasaan cemas dan depresi.
"Ini bisa mirip dengan perasaan sedih, cemas atau depresi dengan karakteristik gangguan afektif musiman," kata Moffa, seperti dilansir Psychcentral, Jumat (6/5/2022).
Baca juga: Agar Kucing Tidak Stres, Simak 5 Tips Mudik Bareng Anabul di Mobil
Post holiday blues kerap dikaitkan dengan pola hidup selama liburan yang ternyata berpengaruh pada suasana hati.
Misalnya, kualitas tidur, tingkat energi, kemampuan konsentrasi yang mana semua itu seolah "diabaikan" selama libur panjang.
Setelah liburan berakhir, kita menjadi kesusahan untuk mengatur kembali rutinitas yang akan dijalani. Sehingga, orang yang mengalami gejala ini kerap merasa sedih dan cemas.
Baca juga: 5 Cara Mengatasi Holiday Blues Saat Liburan di Masa Pandemi
Ada banyak alasan seseorang mengalami post holiday blues. Berikut beberapa hal yang disampaikan Moffa.
Pergantian waktu atau musim tertentu selama liburan dapat memicu seseorang mengalami kecemasan setelah liburan.
Pasalnya, secara alami tubuh manusia perlu menyesuaikan diri dengan perubahan waktu atau musim yang terjadi di sekitar.
Memanjakan diri dengan berbagai makanan favorit sering menjadi bagian dari liburan.
Sebuah riset yang diterbitkan pada 2019, mengonsumsi makanan tidak sehat hingga terlalu banyak makan saat liburan dapat memicu perasaan stres ketika libur berakhir.
Termasuk di antaranya adalah berlebihan konsumsi minuman beralkohol yang berkontribusi pada gejala depresi.
Menyudahi liburan dengan melepaskan waktu santai dan terbebas dari segala tenggat waktu pekerjaan, tampaknya berkontribusi meningkatkan risiko post holiday blues.