Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyukai Karakter Antagonis di Film, Apakah Normal?

Kompas.com - 07/05/2022, 10:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kehebatan para superhero atau karakter protagonis lainnya dalam film kerap dijadikan idola, dan hal tersebut dianggap normal.

Tapi, beberapa pecinta layar lebar dan beberapa dari kita justru bersimpati, bahkan menyukai tokoh antagonis.

Misalnya saja banyak orang mengagumi sosok Joker yang menjadi villain Batman atau Lord Voldemort di film Harry Potter.

Mengidolakan tokoh yang jahat dalam film memang terlihat aneh. Namun, kita tidak bisa sembarangan menghakimi selera ini.

Direktur Prodi Film di University of Sydney, Dr. Bruce Issac, menyebut ada alasan di balik kecintaan beberapa orang pada tokoh antagonis.

Salah satunya karena tokoh yang diidolakan melakukan apa yang sebenarnya sangat diinginkan penggemarnya.

Mungkin saja orang-orang yang menyukai si jahat dalam film tidak cukup berani untuk memberontak, dan keinginan itu diwakili oleh tokoh di film.

“Sosok 'buruk' katakanlah, seorang antipahlawan menarik karena sifatnya yang memberontak," katanya.

"Mereka melawan arus norma dan menantang sistem otoritas. Jadi ada jenis penyimpangan yang dianggap sangat 'keren'."

Tidak berhenti sampai di situ, ketertarikan pada tokoh antagonis bisa juga dipengaruhi oleh tampilan karakter yang menarik.

“Antipahlawan selalu lebih berwarna, flamboyan, lucu, ekspresif dan ini hampir selalu terjadi, terutama di film-film studio mainstream," terang Dr. Isaacs.

Pendapat yang dikemukakan Dr. Isaacs juga diperkuat oleh penelitian yang dipublikasikan di Psychological Science pada tahun 2020.

Penelitian menunjukkan bahwa ketertarikan terhadap tokoh antagonis didasari karena sifat karakter yang mirip.

Namun, mencintai tokoh antagonis hanyalah pengakuan dari karakteristik gelap yang dimiliki seseorang. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari tokoh antagonis yang sifatnya fiksi.

Mereka yang mencintai tokoh antagonis pastinya tidak ingin berhubungan apalagi mengidolakan penjahat di dunia nyata.

"Penelitian menunjukkan cerita dan dunia fiksi menawarkan 'tempat berlindung yang aman' dibandingkan dengan karakter jahat yang mengingatkan kita pada diri kita sendiri."

Demikian kata penulis penelitian yang juga kandidat Ph.D Northwestern University, AS, Rebecca Krause. 

“Ketika orang-orang merasa dilindungi oleh selubung fiksi, mereka mungkin menunjukkan minat yang lebih besar untuk belajar tentang tokoh jahat yang mirip dengannya.”

Walau ada kecocokan antara tokoh antagonis dengan sifat diri sendiri, akademisi menyarankan untuk menjauhi orang-orang yang dalam banyak sisi punya kemiripan negatif.

Misalnya, memiliki sifat yang menjengkelkan, labil, atau pengkhianatan.

“Orang-orang ingin melihat diri mereka secara positif. Menemukan kesamaan antara diri sendiri dan orang jahat bisa jadi tidak nyaman," ujar Krause.

Ia bersama Derek Rucker yang merupakan rekan penulisnya mendapati bahwa rasa tidak nyaman sebenarnya dapat diatasi bila menempatkan orang jahat dalam konteks fiksi.

“Misalnya, orang yang melihat diri mereka sebagai orang yang licik dan kacau mungkin merasa sangat tertarik dengan karakter The Joker di film Batman."

"Sementara orang yang memiliki kecerdasan dan ambisi seperti Lord Voldemort mungkin merasa lebih tertarik pada karakter itu dalam serial Harry Potter, ” kata Krause.

Baca juga: Hati-hati, Tawa Tak Terkontrol Seperti Joker Tanda Masalah Mental

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com