Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Talasemia, Kelainan Darah yang Diturunkan secara Genetik dari Orangtua

Kompas.com - 09/05/2022, 13:46 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Setiap tahunnya, tanggal 8 Mei diperingati sebagai Hari Talasemia Sedunia.

Talasemia merupakan penyakit kelainan darah yang belum dikenal secara luas oleh publik.

Namun orangtua harus mewaspadainya karena penyakit ini bisa diturunkan secara genetik kepada anak.

Baca juga: Mengenal Talasemia: Jenis, Gejala, dan Penyebabnya

Talasemia terjadi karena kelainan pembentukan sel darah merah sehingga kadar hemoglobin dalam tubuh lebih rendah dari batas normal.

Padahal hemoglobin berfungsi untuk membawa oksigen dalam darah sehingga kekurangan zat ini bisa memicu anemia.

Orang yang menderita talasemia parah membutuhkan tranfusi darah secara teratur sekaligus melakukan penyesuaian pola hidup yang lebih sehat untuk menjaga kondisinya.

Penyebab dan gejala talasemia

Talasemia disebabkan oleh mutasi DNA pada sel yang memproduksi hemoglobin pada tubuh.

Dikutip dari Mayo Clinic, molekul hemoglobin terbuat dari rantai yang disebut rantai alfa dan beta yang dapat dipengaruhi oleh mutasi.

Dalam kondisi tertentu, produksi rantai alfa atau beta berkurang, menghasilkan talasemia alfa atau beta-talasemia.

Baca juga: Mengenal Thalasemia Mayor, Penyakit Kelainan Darah Turunan

Pada alpha-thalassemia, tingkat keparahan talasemia tergantung pada jumlah mutasi gen yang diwariskan orangtua.

Semakin banyak gen yang bermutasi maka semakin parah pula kondisi kesehatan kita.

Sementara itu, talasemia beta tergantung pada bagian yang terpengaruh oleh molekul hemoglobin dalam tubuh.

Ada beberapa jenis talasemia yang memiliki gejalanya dan kondisinya masing-masing.

Gejala yang lazim didapati antara lain kelelahan, lemah, kulit yang memucat atau kekuningan, dan deformitas tulang wajah.

Anak yang mengalami talasemia juga cenderung mengalami tumbuh kembang yang lambat, pembengkakan perut dan urine yang menggelap.

Gejala talasemia bisa langsung diidentifikasi ketika bayi baru lahir namun ada yang baru muncul selama 1-2 tahun setelahnya.

Baca juga: Blood Clot, Penggumpalan Darah yang Dialami Hailey Bieber

Indonesia masuk dalam sabuk talasemia dunia

ilustrasi pemeriksaan kesehatan, tes kesehatan, medical check up setelah sembuh dari Covid-19.freepik.com/rawpixel.com ilustrasi pemeriksaan kesehatan, tes kesehatan, medical check up setelah sembuh dari Covid-19.
Dikutip dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Indonesia termasuk dalam daerah yang disebut sabuk talasemia dunia.

Wilayah ini bermula dari Sub Sahara Afrika, Mediterania, Timur Tengah hingga Asia Tenggara.

Daerah tersebut dikatakan sebagai wilayah dengan jumlah pembawa sifat talasemia yang cukup banyak.

Setidaknya, 6-10 persen dari jumlah penduduk di Indonesia merupakan pembawa sifat kelainan darah ini.

Artinya, ada enam orang dari 100 orang yang merupakan pembawa sifat talasemia.

Baca juga: 7 Pemeriksaan Kesehatan yang Sebaiknya Dilakukan Jelang Usia 30-an

Jumlah yang tergolong tinggi ini meningkatkan risiko terjadinya pernikahan antara pembawa sifat yang melahirkan penyakit penyakit ini yang baru.

Sejauh ini, talasemia tidak bisa disembuhkan namun bisa dicegah.

Kuncinya adalah skrining pada pasangan usia subur yang akan menikah untuk mencegah lahirnya anak dalam kondisi talasemia berat.

Skrining yang dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap, analisa hemoglobin dan analisa DNA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com