KOMPAS.com – Ada beberapa tipe atasan yang dapat ditemui di tempat kerja, yang baik maupun buruk.
Atasan yang masuk kategori buruk tentu tidak diinginkan karyawan mana pun karena gayanya memimpin bisa memengaruhi karier mereka.
Sayangnya, atasan yang berkepribadian negatif ini tidak selalu kentara. Mereka mungkin saja pandai menyembunyikan keburukannya dengan perilaku baik.
Hal tersebut semata-mata mereka lakukan untuk pencitraan dan supaya karyawan percaya pada sosoknya.
Misalnya tipe-tipe atasan berikut ini yang sering disalahartikan banyak karyawan sebagai sosok yang baik. Padahal, faktanya tidak demikian.
Tipe politikus adalah atasan yang pandai mengatur orang-orang di atasnya tapi buruk dalam mengelola karyawan yang melapor langsung kepada mereka.
Tipe atasan itu sebenarnya mampu menangani kehumasan, tapi tidak memiliki kemauan atau keterampilan menjadi pemimpin yang baik.
“Tim pelaksana menganggap tim Anda melakukan pekerjaan dengan baik, proyek Anda dipuji oleh semua pihak tapi sebenarnya atasan tidak pernah bertemu dengan Anda.”
Hal itu dikatakan oleh penulis “Resilient Management” yang juga mantan Vice President of Engineering Kickstarter, Lara Hogan.
Baca juga: 8 Tanda Atasan Kita Toxic, Apa Saja?
Walau terlihat baik-baik saja, Hogan menyebut tipe politikus tidak pernah memberikan feedback yang membantu.
Jika atasan tidak berubah, Hogan mengkhawatirkan munculnya masalah yang lebih besar di kemudian hari.
Karena mereka cenderung tidak mencari tahu masalah tim yang seharusnya ditangani lebih awal.
Tidak selamanya atasan yang tergolong tipe penyelamat benar-benar menolong karyawannya.
Alasannya, karyawan yang bekerja untuk mereka cenderung tidak berkembang sebab hal-hal yang berpotensi bermasalah ditangani langsung oleh si penyelamat.
Demikian penjelasan yang diberikan penulis "The Empowered Manager: Positive Political Skills at Work”, Peter Block.
Block menerangkan, tipe penyelamat adalah atasan yang sangat sensitif terhadap ketidaknyamanan.
Baca juga: Cara Bicara dengan Atasan soal Kelelahan dan Beban Kerja
Mereka percaya bahwa jalan menuju kekuasaan, pengaruh, dan mengendalikan situasi bisa menyelamatkan orang lain.
“Ketika memiliki si penyelamat, mereka bangga mendukung Anda. Makanya, Anda tidak memiliki ruang berbuat kesalahan tapi pertumbuhan menjadi terbatas,” kata Brown.
“Karena bagian dari menyelamatkan atau membantu adalah mekanisme kontrol bagi mereka.”
Atasan yang demikian juga tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang politik di dalam kantor.
“Mereka sepenuhnya terlibat dalam pekerjaan Anda dengan cara yang positif, Anda mempercayai mereka, mereka mempercayai Anda,” kata Hogan.
Baca juga: Tips Menghadapi Atasan yang Tak Bisa Ditebak
Meski begitu, Hogan mengatakan, tipe atasan itu menyebabkan orang-orang yang posisinya lebih tinggi tidak mengetahui hasil pekerjaan karyawannya.
Karena atasan tidak punya kemampuan untuk melobi, mungkin saja karyawannya tidak mendapatkan bonus atau promosi jabatan.
Ada atasan yang bekerja berdasar data. Tapi, ada juga atasan yang ingin karyawannya bekerja menurut pengetahuan mereka.
Tipe atasan yang maunya sendiri terkadang membandingkan caranya bekerja yang dianggap lebih baik ketimbang karyawan.
Tetapi, kelemahan atasan tersebut tidak dapat memperhitungkan momen ketika informasi mereka terbatas.
“Anda mungkin saja selalu merasa gagal karena tidak melakukannya dengan cara mereka (bekerja),” papar Brown.
Selain itu, atasan yang maunya sendiri ingin karyawan mengembangkan kariernya seperti yang mereka lakukan.
Brown mengatakan, tipe lone wolf dikenal karena kebutuhan yang mendalam akan kemandirian, mudah disalahpahami, dan interaksi yang terbatas dengan orang lain.
Bekerja di bawah atasan lone wolf sebenarnya punya sisi baik karena mereka punya etos kerja yang kuat dan mengargai ketegasan dalam tim.
Sayangnya, atasan seperti ini sering mengubah rencana ketika injury time sehingga menciptakan ketegangan di timnya.
Baca juga: Tidak Bahagia dalam Bekerja, Bolehkah Curhat kepada Atasan?
Karyawan bisa mendapat keuntungan dari usaha atasan untuk menyenangkan orang lain agar berpihak pada mereka.
Tetapi, tipe atasan itu sebenarnya berbahaya karena mereka percaya kemajuan berarti memberi orang lain apa yang diinginkan.
Bahkan ketika pertanggungjawaban sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan di dalam tim.
Mereka akan membuat banyak komitmen verbal, tetapi tidak membuat perubahan yang nyata.
Hal itu dikatakan oleh penulis "Radical Candor: Be a Kick-Ass Boss Without Losing Your Humanity”, Kim Scott.
Menurutnya, tipe atasan tersebut menstigmakan menjadi baik diprioritaskan dengan mengorbankan kritik demi meningkatkan kinerja.
Tipe atasan ini bisa menjadi pemimpin yang tidak efektif jika setiap wawasan dan keputusan harus didukung oleh data atau pola.
Jika karyawan dituntut menggunakan data untuk membuat setiap keputusan, mereka tidak dapat membuat rencana jangka panjang.
“Orang yang terobsesi dengan data tidak memiliki rencana jangka panjang,” kata Hogan.
“Semuanya adalah keputusan jangka pendek, berdasarkan angka, yang berarti Anda tidak akan pernah berakhir dengan sebuah visi.”
Baca juga: Cara Mengenali Calon Bos yang Buruk dari Sesi Wawancara Kerja
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.