KOMPAS.com – Membesarkan anak yang pernah merasakan peristiwa traumatis merupakan tantangan bagi orangtua.
Apalagi jika anak benar-benar sulit berdamai dengan pengalaman masa lalunya yang menimbulkan kengerian bahkan kepanikan.
Menurut Pusat Pencegahan dan Penanganan Trauma Northwestern University Feinberg School of Medicine, AS, beberapa faktor bisa membuat anak trauma.
Misalnya peristiwa yang menakutkan, berbahaya, penuh kekerasan, atau mengancam jiwa pada usia 0-18 tahun.
Peristiwa traumatis yang dibiarkan terus-menerus tentu mengakibatkan ketidaknyamanan bagi anak.
Baca juga: 8 Langkah Healing untuk Hilangkan Trauma Masa Kecil
Supaya bisa diatasi, psikolog anak Kate Eshleman, PsyD asal Cleveland Clinic punya beberapa panduan yang dapat diikuti orangtua.
Sebelum membicarakan peristiwa traumatis, orangtua dan anak disarankan untuk mempersiapkan diri terlebih dulu.
“Penting untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk berbicara tentang tragedi,” kata Eshleman.
Eshleman menyarankan orangtua supaya tidak memaksa anak berbicara sampai ia siap.
Orangtua juga bisa menilik tanda apa saja yang diakibatkan oleh peristiwa trauma pada anak, seperti:
Lebih lanjut, Eshleman meminta orangtua untuk memikirkan hal apa saja yang ingin dibicarakan supaya diskusi lebih mudah.
Supaya anak lebih rileks, orangtua dapat memilih waktu yang tenang untuk ngobrol lebih intim.
Baca juga: 3 Cara Menerima dan Mengatasi Trauma Masa Lalu
Bila orangtua dan anak sudah siap membicarakan trauma, ada baiknya mereka membicarakannya secara terbuka dan jujur.
Yang patut diperhatikan orangtua sebelum memulainya adalah memperhatikan ucapan dan gerak-geriknya.
Karena anak cukup intuitif untuk merasakan ketidaknyamanan yang ditunjukkan orangtuanya.