Oleh: Fauzi Ramadhan dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Bagi sebagian orang, menjalani pernikahan tidak melulu merupakan pengalaman yang membahagiakan. Bahkan, tak jarang pernikahan harus berakhir dengan perceraian.
Peristiwa tersebut tentu mengakibatkan bahtera rumah tangga yang sudah dibangun sedemikian rupa hancur berkeping-keping. Dampaknya pun tidak hanya dirasakan oleh pasangan, melainkan juga anak hasil pernikahan.
Apabila perceraian memang benar-benar harus dilakukan, orangtua harus menyiapkan segala cara agar anak bisa menerimanya. Akan tetapi, jika orangtua gegabah dalam bertindak, situasi pun akan semakin rumit. Alhasil, anak pun jadi sulit menerimanya.
Pasalnya, topik perceraian merupakan sesuatu yang sangat emosional untuk dibicarakan dan dialami oleh anak-anak. Kebahagiaan dan masa depan mereka terancam dari adanya peristiwa ini.
Lantas, agar tidak gegabah berbicara kepada anak tentang perceraian yang akan dihadapi, bagaimana cara mengomunikasikannya dengan tepat?
Dengarkan masukan dari dra. Astrid Regina Sapiie, seorang psikolog klinis dan CEO @dearastrid.id, melalui siniar (podcast) Anyaman Jiwa episode “Begini Caranya Memberitahu Anak-Anak Jika Orangtua Bercerai” di Spotify.
Perlu diketahui juga kalau episode ini tidak membenarkan tindak perceraian.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan bahwa untuk dapat melakukan perceraian, pasangan harus memiliki cukup alasan, misalnya suami dan istri tidak akan rukun jika tetap melangsungkan kehidupan pernikahan.
Baca juga: Ajari Anak untuk Menerima Kegagalan
Banyak alasan dan faktor yang menyebabkan perceraian dapat terjadi. Misalnya, di Indonesia, menurut Statistik Indonesia 2022, yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 13 faktor penyebab terjadinya perceraian, di antaranya karena perselisihan, masalah finansial/ekonomi, poligami, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kawin paksa.
Dampak dari perceraian tidak hanya dialami oleh suami dan istri. Anak-anak hasil dari pernikahan pun mau tak mau harus mengalaminya pula.
Bagi anak, perceraian merupakan momen yang sangat menyedihkan, bahkan bisa sampai membuat stres karena membingungkan. Mereka menganggap bahwa dunianya telah runtuh dalam sekejap.
Bahkan, jika tidak ditanggapi dengan baik, momen pecahnya keluarga ini dapat menjadi pengalaman traumatis bagi mereka.
Menurut Amy Morin, seorang psikoterapis dari Verywell Mind, dampak emosional yang dialami oleh anak-anak dapat dibagi dalam tiga tahapan tumbuh kembang mereka.
Pertama, jika perceraian terjadi ketika anak masih kecil, mereka cenderung berjuang untuk memahami mengapa mereka orangtua tidak bersama lagi.