Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Masihkah Percaya Proses Takkan Mengkhianati Hasil?

Kompas.com - 29/05/2022, 08:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

KIPRAH Shin Tae-yong, pelatih tim nasional sepakbola Indonesia dipertanyakan karena hanya sanggup membawa Indonesia menjadi runner-up piala AFF dan medali perunggu SEA Games ke-31 Hanoi yang lalu. Shin dianggap gagal dan tidak memenuhi target PSSI: juara.

Segelintir netizen menyerukan Shin untuk mundur, sementara PSSI menyatakan posisi Shin aman karena sasaran utama adalah Piala Dunia U-20 yang akan berlangsung pada 2023 di Indonesia.

Di cabang lain, tim bola basket Indonesia mencatat sejarah dengan meraih emas sekaligus mematahkan dominasi Filipina di SEA Games selama 31 tahun.

Publik pecinta basket menyambutnya dengan gegap gempita. Bangga.

Kedua tim sesungguhnya punya kesamaan. Timnas sepakbola dan bola basket Indonesia menggunakan jasa pemain naturalisasi, walau beda hasil yang diperoleh.

Di cabang bulutangkis, pasangan ganda putra dan putri Indonesia, walaupun dengan pemain lapis kedua masih sanggup meraih emas.

Lain halnya dengan nomor lain di tunggal putra, putri, dan campuran yang masih paceklik prestasi.

Keberhasilan dan kegagalan, menang atau kalah adalah biasa dalam dunia olah raga. Semua adalah buah dari pembinaan.

Menghasilkan juara adalah sebuah proses panjang. Tidak sekejap dan tidak mungkin diraih tanpa mengeluarkan setetes keringat pun, bahkan air mata.

Proses dimulai dengan pencarian bakat-bakat baru dan muda melalui kompetisi pada berbagai tingkat umur dan berkelanjutan.

Juga tidak bisa diabaikan dukungan fasilitas dan jaminan masa depan dari induk organisasi olahraga agar atlet bisa fokus menjalankan tugas negara.

Publik yang tidak sabar tentu menginginkan prestasi diraih secepat mungkin tanpa mau tahu proses yang mesti dijalani.

Padahal menjalankan proses membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan konsistensi. Mereka yang tidak memahami atau tidak mau tahu, mungkin akan mengatakan tidak peduli proses tetapi hasil.

Tetapi bagaimana mungkin dapat berhasil jika tidak berproses?

Proses untuk mencapai tujuan

Dalam dunia bisnis para akademisi telah menekankan pentingnya proses dalam serangkaian aktivitas untuk mencapai tujuan.

Robbins dan Coulter (2018) mengemukakan bahwa manajemen meliputi proses yang terdiri atas empat fungsi utama, yaitu planning, organizing, leading, dan controlling.

Tanpa menjalankan empat fungsi ini, mustahil manajemen suatu organisasi dapat berjalan dengan baik.

Dalam kewirausahaan, Hisrich dkk (2008) mendefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang baru dan bernilai dengan mengorbankan waktu dan tenaga, melakukan pengambilan risiko finansial, fisik maupun sosial, serta menerima imbalan moneter serta kepuasan dan kebebasan pribadi.

Tanpa menjalankankan proses ini, rasanya sulit wirausaha akan sukses berkompetisi dalam dunia bisnis yang makin dihantui ketidakpastian.

Sekali lagi, proses. Tidak ada pencapaian tujuan dan sasaran tanpa melalui serangkaian proses.

Namun di zaman yang menawarkan berjuta pilihan untuk mencapai hasil, proses itu pun ditawar.

Dibuat semudah mungkin dan bila perlu tidak harus diikuti. Semua dibuat instan.
Hasil menjadi hal utama.

Pantas diperlihatkan dan dibanggakan tanpa memedulikan proses yang mesti dilalui. Yang celaka, sebagian masyarakat lebih peduli hasil daripada proses.

Tak heran jika praktik flexing, ingin kelihatan sukses, hebat, dengan praktik “tipu-menipu” meraja saat ini. Proses tidak diperhatikan tetapi hasil. Padahal keduanya tidak bisa dipisahkan.

Pengurus olah raga menginginkan atlet juara, tetapi melalaikan pembinaan. Pelajar ingin sukses berprestasi tetapi tidak mau belajar.

Orang ingin menjadi kaya dan makmur tetapi tidak mau bekerja keras. Tidak masuk akal.

Proses tidak mengkhianati hasil

Pepatah lama: proses tidak akan mengkhianati hasil tampaknya dipertanyakan sebagian kalangan.

Dunia pendidikan masih tetap memercayai dan mengawal bahwa tidak mungkin hasil memuaskan diperoleh jika tidak melalui serangkaian proses pembelajaran yang baik dan benar.

Indonesia tidak akan tertinggal dari negara maju lain di dunia jika rakyatnya mengalami serangkaian proses pendidikan dan pembelajaran yang mumpuni di bangku sekolah. Tidak tersesat dan terkecoh dengan informasi bohong yang meracuni pikiran.

Jika proses telah dijalani, Indonesia memiliki modal yang baik sebagai bangsa yang dikenal religius.

Orang Barat bilang, “Do your best, and God will do the rest.” Lakukanlah yang terbaik dan biarkan Tuhan menyempurnakannya. Kira-kira begitu terjemahan bebasnya.

Ya, kadang kala dibutuhkan keberuntungan untuk meraih sukses, tetapi sejumlah kegiatan tetap dilaksanakan dengan penuh ketekunan dan kesabaran. Keberuntungan tidak akan datang tanpa usaha keras.

Selanjutnya, masihkah memercayai bahwa proses tidak akan mengkhianati hasil? Atau hanya berpasrah mengandalkan keberuntungan?

Sebagai bangsa yang ingin dipandang maju dan bermartabat, selayaknya tidak mengabaikan proses yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan sambil tetap memang teguh integritas.

Proses tidak akan mendustai hasil, tetapi justru banyak yang tidak percaya proses karena telah dibutakan dengan iming-iming yang memabukkan.

Sambil terus berharap ada perubahan pola pikir, tiada salahnya dunia pendidikan menjadi pelopor untuk menghargai proses ketimbang hasil akhir semata.

Nilai bagus tidak akan bermakna jika tidak sejalan dengan kualitas lulusan yang dihasilkan.

Pasti akan tiba waktunya, keberhasilan yang sejati datang dari serangkaian proses yang terus-menerus dan berkelanjutan.

Bukan sekejap, seperti tukang sulap, di atas panggung, penuh drama.

*Frangky Selamat, Dosen Tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara, Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com