Oleh: Imma Yedida Ardi dan Sri Tiatri, Ph.D., Psikolog*
KONSUMSI rokok menjadi penyebab kematian nomor dua dan menjadi penyebab penyakit nomor empat di dunia.
Di dalam rokok, terdapat senyawa kimia yang berbahaya seperti karbon monoksida, tar dan yang paling identik adalah senyawa nikotin.
Akibatnya, konsumi rokok memicu banyak penyakit seperti gangguan paru-paru, jantung serta gangguan terkait sistem saraf (Cao dkk, 2015).
Patut disayangkan, di Indonesia, jumlah perokok semakin meningkat setiap tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2021), jumlah perokok naik, dari 28,69 persen tahun 2020, kini naik menjadi 28,96 persen di tahun 2021 atau kenaikannya setara dengan 739.800 jiwa tiap tahun.
Apabila kecenderungan ini dibiarkan, maka sekitar 10 juta jiwa akan terbunuh oleh rokok pada tahun 2030 (Riskesdas, 2019).
Dampak ini bukan hanya dirasakan oleh perokok, tetapi juga orang sekitar yang juga terpapar asap rokok.
Awalnya, kebanyakan perokok mulai menunjukkan perilaku merokoknya karena coba-coba. Tahapan ini ditandai dengan usaha mencoba rokok karena melihat lingkungan sekitar atau tergiur oleh iklan tertentu.
Selanjutnya perokok akan mencari dan mengonsumsi rokok dengan dosis yang bertambah. Awalnya mungkin rokok dikonsumsi sebanyak 2-3 batang per hari, yang kemudian menjadi 4-5 batang per hari.
Tanda-tanda ini menjadi gejala bahwa perokok sudah masuk ke dalam tahapan kecanduan. Tahapan terakhir adalah ketergantungan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.