Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Cara Menurunkan Kebiasaan Merokok

Kompas.com - 30/05/2022, 11:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Setelah kemampuan toleransi distress meningkat dan kecenderungan konformitas menurun, selanjutnya perokok dapat memulai penundaan terhadap keinginan merokok.

Apabila perokok biasanya merokok saat 30 menit setelah bangun tidur, maka perokok dianjurkan untuk menahannya 30 menit selanjutnya.

Oleh sebab itu, perokok baru boleh merokok satu jam setelah bangun tidur. Setelah terbiasa, perokok diharapkan dapat melakukan penundaan dengan durasi lebih lama lagi.

Tentukan durasi dan kapan harus meningkatkan waktu penundaan. Hal ini penting sebagai pencatatan karena upaya ini membutuhkan konsistensi.

Ketika perokok memulai menunda perilaku merokoknya, maka akan timbul perasaan tidak nyaman.

Beberapa perokok juga merasa ingin menghisap kembali rokok karena mulut terasa asam, terutama setelah selesai makan.

Saat hal itu terjadi, perokok dapat menggantikan keinginannya dengan mengunyah permen karet, memakan permen mint. Upaya ini adalah pengalihan dari keinginan merokok.

Selain permen, mengonsumsi susu juga membantu mengurangi keinginan merokok. Banyak perokok mengatakan bahwa setelah minum susu, rokok yang dikonsumsi menjadi terasa pahit dan tidak enak.

Tindakan yang dapat diambil setelah perokok mampu menunda keinginan merokok adalah dengan mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi.

Usaha ini perlu dilakukan bertahap dan konsisten. Misalnya apabila biasanya perokok menghabiskan 10 batang per hari, maka perokok hanya boleh merokok 9 batang per hari.

Ketika tubuh sudah beradaptasi, perokok dapat mengurangi jumlahnya terus menerus menjadi 8 batang per hari hingga tidak lagi merokok.

Apabila perokok sudah mencapai target, maka berikan penguatan pada diri sendiri, misalnya, dengan memberi hadiah diri sendiri, memakan makanan favorit atau melakukan 'me time'.

Di luar tindakan individu, pemerintah juga dapat mengambil peran untuk menurunkan jumlah perokok.

Salah satu tindakan yang sebetulnya paling efektif untuk menurunkan perilaku merokok adalah dengan menutup industri rokok.

Akan tetapi, hal itu tidak mungkin dilakukan karena terkait pendapatan devisa negara.

Lalu, tindakan lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan memonitoring penggunaan rokok dan mempersempit ruang pengguna rokok.

Dalam hal memonitoring penggunaan rokok, pemerintah dapat mengadaptasi peraturan yang diberlakukan di Jepang, yaitu dengan pengadaan vending machine untuk penjualan rokok.

Melalui mesin ini, individu di bawah usia yang dilegalkan tidak akan bisa membeli rokok. Di Indonesia usia yang dilegalkan adalah usia 17 tahun ke atas.

Hal ini disebabkan karena mesin mengharuskan pembelinya untuk menempelkan KTP.

Upaya lain terkait mempersempit ruang pengguna rokok adalah dengan memperbolehkan aktivitas merokok hanya di ruangan khusus dengan syarat membawa dompet rokok yang dirancang khusus.

Masyarakat yang melanggar peraturan perlu diberikan sanksi atau denda. Selain untuk mendisiplinkan, cara ini juga berguna agar abu dan puntung rokok tidak berserakan.

Dengan demikian tentunya perilaku merokok pada masyarakat akan menurun. Tindakan ini perlu didiskusikan, menimbang Indonesia adalah negara dengan penduduk yang cenderung tidak taat dengan aturan.

Indonesia menduduki urutan 68 dari 139 dengan indeks kepatuhan akan perintah (Rule of Law Index, 2019).

Apabila individu dan pemerintah bersinergi untuk menurunkan perilaku merokok, maka angka kematian akan rokok dan beban penyakit akibat terpapar rokok jelas akan berkurang.

*Imma Yedida Ardi, Mahasiswa Psikologi Profesi Jenjang Magister, Universitas Tarumanagara
Sri Tiatri, Ph.D., Psikolog, Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com