Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/05/2022, 12:42 WIB
Dinno Baskoro,
Wisnubrata

Tim Redaksi

"Konsumsi bijak garam ini paling tidak bisa mengurangi asupan sodium atau garam sekitar 30 persen yang masuk ke dalam tubuh," lanjut Grant.

Untuk diketahui, produsen penyedap rasa tersebut telah bekerja sama dengan pakar kesehatan termasuk dokter dan ahli lainnya untuk mengkaji bagaimana mengurangi asupan garam dengan penambahan MSG agar tetap sehat.

Baca juga: Benarkah MSG Membahayakan Kesehatan?

Stigma negatif dan manfaat MSG pada kesehatan

Pandangan masyarakat terhadap MSG atau biasa disebut micin masih diselimuti oleh stigma negatif.

Melansir Healthline, Selasa (31/5/2022) reputasi buruk MSG terjadi pada tahun 1960-an ketika dokter berdarah China - Amerika Serikat, menulis di surat kabar kepada New England Journal of Medicine dan menjelaskan dia jatuh sakit setelah mengonsumsi chinese food.

Dia menulis bahwa gejalanya diakibatkan oleh konsumsi alkohol, natrium atau MSG. Ini memicu sejumlah informasi yang salah tentang MSG, yang kemudian berdampak pada kebiasaan orang-orang dalam penggunaannya.

Kemudian beberapa penelitian kecil mendukung reputasi buruk MSG yang menyatakan bahwa kandungan MSG bersifat aditif dan beracun.

Padahal, penelitian tersebut tidak disertai bukti yang valid, karena diketahui tidak adanya kelompok kontrol yang memadai, ukuran sampel yang kecil, kelemahan metodologis, akurasi dosis, hingga tidak ada relevansi dengan asupan makanan oral atau disuntikkan ke dalam tubuh.

Dalam kunjungan Ajimonomoto Indonesia di The Learning Farm (TLF), Cianjur, Jawa Barat, Grant Senjaya menambahkan, ada salah satu stigma yang menyebut bahwa MSG bisa menyebabkan kematian.

Disebutkan bahwa salah satu penelitian itu dilakukan pada obyek berupa tikus, kemudian MSG langsung membuat si tikus itu mati. Padahal faktanya tidak seperti itu.

"Dari penelitian itu, ada suatu hal yang tidak relevan yang terjadi pada tikus itu. Dia (si peneliti) menyuntikkan micin yang dicampur dengan air dan langsung disuntikkan ke otak tikus."

"Takaran itu tidak wajar dan jauh melebihi apa yang kita makan sehari-hari. Intinya micin tidak berbahaya dan semua mitos yang beredar di masyarakat, itu tidak benar karena MSG ada penelitian bahwa aman dikonsumsi," sambung Grant.

Otoritas kesehatan seperti FAO/WHO, Comitee on Food Additivies (JECFA), Food and Drug Administration (FDA) dan European Food Safety Association (EFSA) bahkan menganggap MSG secara umum diakui sebagai bumbu masakan yang aman dikonsumsi.

Di Indonesia sendiri, batas penggunaan MSG dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang diatur dalam peraturan Kepala BPOM RI N0. 23 Tahun 2013 mengenai batas maksimum penggunaan bahan tambahan penguat rasa.

Pada keseluruhan peraturan tersebut dinyatakan bahwa tidak ada batas aman accectable daily intakes (ADI) yang spesifik atas penggunaan asam glutamat, Mononatrium L-Glutamat maupun Monokalium L-Glutamat.

Baca juga: Mengenal MSG dan Dampaknya Bagi Kesehatan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com