Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Studi, Ini Penyebab Remaja Tidak Mendengar Perkataan Orangtua

Kompas.com - Diperbarui 03/06/2022, 13:09 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Mengasuh anak yang beranjak remaja bagi kebanyakan orangtua merupakan tantangan besar.

Terlebih anak yang cenderung susah diatur dan seringkali tidak mengindahkan perkataan orangtuanya.

Perilaku tersebut tentu menyulut rasa kejengkelan, kemarahan, hingga membuat kehabisan akal.

Tak mengherankan bila sebagian orangtua bertanya-tanya mengapa anaknya begitu enggan mendengarkan perkataannya.

Walau terasa tidak menyenangkan, ternyata ada faktor ilmiah di balik perilaku anak yang demikian.

Baca juga: 8 Alasan Anak Tidak Mau Mendengarkan Kita dan Cara Mengatasinya

Seperti diungkap beberapa penelitian berikut ini yang berhasil meneliti perubahan psikis dan otak anak ketika remaja.

Proses pemisahan keluarga dan diri sendiri

Ketika menginjak fase remaja, anak akan mengalami proses pemisahan individualitas dan hal ini merupakan bagian yang alami dan normal.

Proses itu melibatkan pemisahan dari keluarga asal dan pengaruh masa kanak-kanak untuk mengetahui siapa sosoknya dan kemudian menjadi diri sendiri.

Dalam mencari kemandirian, anak yang beranjak remaja semakin menarik diri dari keluarga dan tertarik pada teman sebayanya.

Hal itulah yang kerap kali memancing rasa kesal dan konflik dengan orangtuanya.

Pemisahan individualitas pada anak melibatkan sejumlah percobaan, pengambilan risiko, dan memberontak langsung maupun tidak langsung.

Perilaku tersebut juga termasuk tidak mau memperhatikan alias mengabaikan perkataan dari mulut orangtua.

Sementara itu, studi terbaru dari Stanford School of Medicine mampu menunjukkan dasar neurobiologis untuk perilaku anak yang satu ini.

Baca juga: 5 Perilaku Orangtua yang Sebenarnya Dibenci Remaja

Diterbitkan di Journal of Neuroscience, studi perguruan tinggi tersebut memanfaatkan alat pemindaian tubuh, yaitu MRI.

Tujuannya untuk memberikan penjelasan neurobiologis terperinci tentang bagaimana anak yang mencapai fase remaja mulai berpisah dari orangtua.

Dan, hasilnya didapati mulai sekitar usia 13 tahun, otak anak ternyata kurang mendengarkan suara orangtuanya, terkhusus ibu.

Hal itu dikarenakan fase remaja mendorong anak untuk lebih banyak mendengarkan suara-suara baru.

Sebelum usia 12 tahun, seperti yang ditemukan studi sebelumnya oleh peneliti yang sama, otak anak menilai suara ibunya sebagai sesuatu yang unik.

Setelah itu, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian terbaru ini, suara orangtua justru tidak berdampak begitu banyak.

Studi yang dihelat baru-baru ini melibatkan remaja berusia 13-16,5 tahun yang semuanya ber-IQ minimal 80 dan dibesarkan oleh ibu kandung.

Responden lantas diskrining untuk melihat setiap gangguan neurologis, psikiatri, atau gangguan belajar.

Hasil studi kemudian menunjukkan adanya pergeseran neurobiologis ke arah suara yang berbeda pada anak berusia 13-14 tahun.

Studi mendapati perubahan tersebut berlaku sama pada anak laki-laki maupun perempuan.

Studi juga menemukan bahwa respons terhadap suara-suara baru di pusat penghargaan otak meningkat seiring bertambahnya usia.

Ada pun, bagian otak itu adalah striatum dan berfungsi menghasilkan perasaan penghargaan atau kesenangan.

Secara fungsional, striatum mengkoordinasikan berbagai aspek pemikiran yang membantu kita membuat keputusan.

Karena temuan tersebut, para peneliti dapat memprediksi secara akurat berapa usia peserta melalui informasi spesifik respons suara pada pemindaian MRI.

Baca juga: Anak Remaja Kesal pada Ayahnya? Coba Praktikkan Langkah Ini

Ilustrasi mulut.janoon028/ Freepik Ilustrasi mulut.

Anak lebih menyukai suara baru

Anak yang sudah remaja sebenarnya tidak secara sadar menyadari bahwa dirinya lebih memperhatikan suara-suara asing.

Di sisi lain, anak hanya ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman-temannya.

Seperti proses adaptasi bayi dengan suara ibu untuk bertahan hidup, anak dalam perkembangannya tertarik pada suara yang berbeda dari orangtuanya.

Dengan begitu, lama-kelamaan anak segera bergerak menuju perpisahan dan individualitas dari dirinya.

Pergeseran otak pada anak yang remaja itulah yang mendasari ketertarikan pada suara-suara baru karena melibatkan aktivasi pusat penghargaan.

Tidak hanya itu, ada area lain di otak yang turut mengakui pengalaman sebagai hal yang penting.

Hal tersebut tentunya sejalan dengan ketertarikan anak pada kegiatan sosial dan aktivitas di luar keluarganya saat terlibat dengan dunia.

Anak yang sudah remaja juga ingin menciptakan hubungan dengan berbagai orang lain untuk meningkatkan kemandiriannya.

Baca juga: Anak Tidak Mendengarkan saat Diajak Berbicara, Jangan Menyerah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com