"Hormon ini juga dikenal hormon stres yang membuat otot jantung melemah hingga pingsan." tutur para peneliti.
Baca juga: Kenali, 5 Tahap Kesedihan dan Cara Menghadapinya
Dari kejadian itu, sebagian besar peneliti lalu mencari tahu respons psikologis terhadap kematian yang berfokus pada kehidupan sebagai pasangan suami-istri dan orangtua.
Riset tahun 2015 dilakukan terhadap 2.512 orang dewasa yang berduka kehilangan seorang anak.
Hasilnya, 68 persen tidak menunjukkan tanda depresi namun 11 persen lainnya mengaku awalnya mengalami gejala tersebut hanya saja kondisinya membaik seiring waktu.
Sementara 7 persen dari orangtua tersebut merasa depresi sebelum kehilangan (melihat anaknya sakit keras sebelum meninggal) dan terus berlanjut.
Dari data tersebut hanya 13 persen dari peserta yang mengalami kesedihan kronis dan depresi secara klinis yang berlangsung lama.
Peneliti juga menemukan bahwa dampak psikologis seperti kesedihan sulit sekali disembuhkan, bahkan prosesnya memakan waktu yang cukup panjang.
Sebuah riset sebelumnya di tahun 2008 menemukan bahwa setelah kehilangan seorang anak, orangtua melaporkan lebih banyak gejala depresi, kesejahteraan yang lebih buruk serta mengalami masalah kesehatan.
Selain itu, masalah lain muncul akibat dampak dari depresi yaitu masalah perkawinan.
"Tahun pertama setelah kehilangan anak, orang tua berada pada peningkatan risiko bunuh diri dan segala sesuatunya akibat depresi berat hingga kesedihan yang rumit," ujar peneliti.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.