Atau jika orangtua senang makan, maka perlu sesekali orangtua membelikan makanan kesukaan bagi diri sendiri sebagai bentuk apresiasi.
6. Rutin merefleksikan diri dengan segala perasaan dan emosi yang muncul
Untuk dapat merasa sejahtera, maka orangtua perlu mengenali dirinya terlebih dahulu. Sebagai contoh, pada suatu hari orangtua merasa lelah.
Orangtua dapat berdiam diri dan mencari tahu hal-hal yang membuatnya lelah.
Saat orangtua telah mengenal pemicu dari setiap suasana hati, akan lebih mudah untuk mengatasi hambatan yang muncul sehari-hari.
Terkait permasalahan yang muncul, orangtua juga perlu mencari tahu hal-hal yang dapat dilakukan atau pandangan alternatif yang dapat diyakini agar dapat menghadapi situasi dengan tenang.
Subjective well-being merupakan konsep yang perlu dijaga dan dikembangkan, karena banyak sekali manfaatnya bagi diri dan lingkungan.
Seseorang yang sejahtera ditemukan memiliki kesehatan mental dan fisik yang lebih baik untuk jangka panjangnya (Steptoe, Deaton & Stone, 2015).
Kemudian, seseorang yang mengalami subjective well-being (kesejahteraan diri) yang baik akan lebih mampu bekerja, berprestasi atau beraktivitas dengan optimal (Dimaria, Peroni, & Sarracino, 2017; Wu, Gai, & Wang, 2020; Chattu, Sahu, Seedial, Seecharan, Seepersad, Seunarine, Seunarine, Seymour, Simboo, & Singh, 2020).
Selain itu, saat individu telah sejahtera, maka hubungan orang tersebut dengan orang lain juga akan lebih baik (Pavot & Diener, 2004; Zhang, Xu, & Hou, 2018).
Pengelolaan subjective well-being (kesejahteraan diri) merupakan sebuah proses yang bersifat personal bagi setiap orang.
Dengan demikian, setiap dari kita perlu berfokus pada proses masing-masing, dan bukan pada hasil akhir yang saling dibandingkan.
Saat orangtua telah sejahtera, mereka akan lebih mampu untuk membagikan cinta yang telah mereka miliki untuk diri sendiri ke anak dan anggota keluarga lainnya.
Apabila dianalogikan menggunakan turbulensi pesawat, masker oksigen yang diturunkan perlu dipakai oleh diri sendiri terlebih dahulu sebelum membantu orang lain memakai masker.
Kita tidak dapat menyelamatkan orang lain saat diri kita sendiri berada dalam kondisi sekarat. Dengan kata lain, apabila orang tua sejahtera, maka anak pun akan bahagia.
*Syifa Satyadira Fachrudin, S. Psi, Yola Ongah, S. Psi,
dan Hanna Christina Uranus, S. Psi, Mahasiswa Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Dr. Naomi Soetikno, M.Pd., Psikolog, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara