Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Asal-usul Yokai di Bentara Budaya Jakarta

Kompas.com - 17/06/2022, 08:09 WIB
Gading Perkasa,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber nippon.com

KOMPAS.com - Bagi penggemar budaya Jepang, termasuk penyuka manga dan anime, tentu tidak asing dengan istilah yokai.

Yokai dikenal sebagai entitas atau makhluk mitologi yang terdapat dalam cerita rakyat Jepang.

Di Negeri Sakura, kejadian-kejadian seperti munculnya kembali seseorang yang sudah meninggal dunia, penampakan makhluk aneh, hingga suara-suara yang tidak jelas asal-usulnya dianggap sebagai ulah yokai.

Seperti dilansir laman Nippon.com, istilah yokai baru digunakan secara luas pada periode Meiji (1868-1912) berkat Inoue Enryo, seorang filsuf dan penentang takhayul.

Setelah dipakai dalam bidang studi cerita rakyat, kata yokai akhirnya dipopulerkan oleh seniman manga Mizuki Shigeru.

Serial manga buatannya yang berbasis cerita rakyat, Gegege no Kitaro diadaptasi menjadi anime pada tahun 1968.

Dari situ, konsep yokai sebagai karakter populer mulai tren di kalangan sebagian pemuda di Jepang.

Namun, masyarakat di negeri itu sejatinya sudah menikmati yokai untuk hiburan sejak era Edo (1603-1868), saat Shogun Tokugawa Ieyasu menjadikan kota Edo (kini Tokyo) sebagai markas besarnya.

Baca juga: Anime Matsuri, Bertemunya Para Superhero Jepang di Mal

Awalnya disebut bakemono

Kembali ke era Edo, yokai dikenal sebagai bakemono atau makhluk yang dapat berubah bentuk.

Etimologi bakemono berasal dari fakta di mana hewan semacam rubah dan tanuki (anjing rakun) diyakini mampu mengubah bentuk demi meniup manusia.

Ada juga bakemono dengan bentuk yang tetap, seperti kappa (goblin sungai) atau rokuro-kubi (wanita berleher ular).

Kita mungkin dapat membayangkan, jika orang-orang di masa lalu sangat mudah memercayai takhayul.

Tetapi setidaknya, rata-rata orang yang berada di kota besar seperti Edo saat itu sudah mempunyai pemikiran yang rasional dan realistis.

Pameran Yokai Parade: Supernatural Monster from Japan di Bentara Budaya Pameran Yokai Parade: Supernatural Monster from Japan di Bentara Budaya

Hanya saja orang-orang di zaman tersebut tidak membuang kepercayaan terhadap bakemono.

Sebaliknya, mereka mengambil sikap bahwa hidup lebih menarik dengan adanya bakemono, terlepas dari apakah bakemono itu nyata atau tidak.

Dengan kata lain, mereka menikmati makhluk takhayul ini sebagai fantasi.

Fiksi dari bakemono, yakni yokai dimulai pada pertengahan era Edo atau sekitar abad ke-18.

Hal ini didorong oleh pergeseran cara pandang masyarakat kota mengenai alam.

Hingga abad pertengahan, orang Jepang melihat alam sebagai kekuatan yang liar dan menakutkan.

Pada masa itu, masyarakat menganggap yokai adalah makhluk yang dapat ditemui di habitat yang tidak berada di bawah kendali manusia, seperti gunung, sungai atau laut.

Yokai berfungsi sebagai peringatan bagi manusia tentang adanya bahaya alam.

Selama periode Edo, masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan memiliki ketakutan dengan kekuatan alam, dan akhirnya mengarah pada ketakutan terhadap yokai.

Baca juga: Ilmuwan Jepang Bikin Sumpit yang Tingkatkan Rasa Asin pada Makanan

Tetapi hal itu tidak dirasakan oleh kaum urban karena mereka hidup terpisah dari alam.

Orang-orang di kota mampu membeli makanan dan sayuran apa pun sesuai keinginan mereka, tanpa mengetahui siklus suka dan duka musim panen dan paceklik yang menentukan kehidupan petani dan nelayan.

Karena ketakutan kaum urban terhadap alam tidak sebesar masyarakat desa, pandangan mereka terhadap realitas yokai juga tidak sebesar orang-orang yang dekat dengan alam.

Revolusi Yokai Edo

Ilmu sejarah alam bertumbuh pesat di abad ke-18.

Sebagai bagian dari rencana mempromosikan pembangunan nasional, Shogun Tokugawa Yoshimune memerintahkan diadakannya survei terhadap sumber daya alam di seluruh negeri.

Seiring dengan proyek itu, ilmu herbal juga berkembang.

Para ahli membuat katalog dan mengkategorikan herbal dengan tujuan untuk memahami sifat dan manfaat herbal sebagai obat.

Akibatnya, banyak karya sastra yang menjelaskan kehidupan hewan dan tumbuhan, lahir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com