Seperti yang kita ketahui, pria cenderung merasa kesulitan untuk terbuka tentang kesehatan mental.
Di negara-negara berpenghasilan tinggi misalnya. Menurut Survei The American Foundation for Suicide Prevention pada 2018, angka bunuh diri pada pria tiga kali lebih tinggi daripada perempuan akibat gangguan mental.
Hal itu juga memengaruhi mereka yang kesulitan mencari bantuan medis.
Terlepas dari angka tersebut, WHO sempat menekankan bahwa stigma budaya seputar kesehatan mental yang dialami pria menjadi suatu hambatan tersendiri.
Terutama bagi orang-orang yang mengakui bahwa mereka tengah berjuang melawan gangguan mental, termasuk kecemasan.
"Penyakit mental di antara pria adalah masalah kesehatan masyarakat yang cukup menyita perhatian," kata peneliti.
Studi lain dari Kanada yang diterbitkan dalam Community Mental Health Journal pada 2016 menemukan bahwa responden pria cenderung memiliki pandangan seperti;
"Saya tidak akan memilih politisi pria jika saya tahu dia mengalami depresi."
"Pria depresi berbahaya."
Di antara ratusan responden dengan pengalaman depresi dan masalah kesehatan mental lainnya, mereka cenderung malu mencari bantuan medis.
"Membicarakan kesehatan mental bukanlah sesuatu yang mudah di lingkungan sosial tertentu." kata seorang responden itu.
Oleh karena itu, langkah utama dalam mengatasi masalah ini menurut para ahli kesehatan mental adalah meningkatkan materi pendidikan yang berkaitan dengan kesehatan mental.
Penting juga bagi pria untuk mengubah gagasan maskulinitas demi menghapus stigma "tanda kelemahan" apabila memiliki gangguan mental.
Pasalnya, kondisi kesehatan mental perlu dianggap sama pentingnya dengan aspek lain. Dan itu dapat dimulai dari pola asuh orangtua ke anak.
Baca juga: Perbaiki Kesehatan Mental, Juan Sukses Turun Berat Badan 22 Kg
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.