Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ganja untuk Rekreasi Picu Risiko Gangguan Kesehatan

Kompas.com - 30/06/2022, 08:33 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber CNN

KOMPAS.com - Legalisasi cannabis atau ganja untuk kebutuhan medis di Indonesia tengah menjadi topik hangat yang sedang diperbincangkan belakangan ini.

Hal itu bemula ketika foto seorang ibu bernama Santi Warastuti yang sedang membawa papan di acara car free day di Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada akhir pekan lalu viral melalui media sosial.

Ada pun papan yang dibawanya tersebut berisi sebuah keinginan untuk mendapatkan ganja medis yang diperuntukkan sebagai pengobatan bagi sang anak, yang kini sedang mengidap cerebral palsy atau kelumpuhan otak.

Baca juga: Mengenal Khasiat dan Risiko Ganja dalam Pengobatan Medis

Meskipun beberapa penelitian menyebutkan bahwa ganja medis dapat bermanfaat bagi sejumlah penyakit, tetapi pengkajian lebih lanjut masih tetap diperlukan untuk menentukan regulasinya.

Apalagi jika disalahgunakan, terutama untuk rekreasi, ganja bisa berbahaya dan dapat meningkatkan risiko kesehatan.

Studi terbaru

Menurut sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal BMJ Open Respiratory Research, penggunaan ganja rekreasi dapat meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit.

"Penggunaan ganja tidak separah dan juga tidak seaman yang diperkirakan orang-orang," kata penulis studi sekaligus asisten profesor di departemen kedokteran University of Toronto, Nicholas Vozoris.

"Studi kami menunjukkan bahwa penggunaan zat ini telah dikaitkan dengan hasil negatif yang serius, khususnya, meningkatkan kunjungan ke unit gawat darurat," sambung dia.

Risiko rawat inap yang signifikan

Studi tersebut melihat data kesehatan nasional untuk lebih dari 30.000 penduduk yang berusia antara 12 dan 65 tahun di Ontario, Kanada selama periode enam tahun.

Baca juga: Mengenal Ganja Medis dalam Pengobatan Pasien Cerebral Palsy

Hasilnya, jika dibandingkan dengan orang yang tidak menggunakan ganja, pengguna ganja 22 persen lebih mungkin mengunjungi unit gawat darurat atau dirawat di rumah sakit.

Temuan ini terbukti benar, bahkan setelah menyesuaikan analisis untuk lebih dari 30 faktor pembaur lainnya termasuk penggunaan obat-obatan terlarang lain, penggunaan alkohol, dan merokok tembakau.

"Cedera tubuh fisik adalah penyebab utama kunjungan unit gawat darurat dan rawat inap di antara pengguna ganja dengan alasan pernapasan datang di urutan kedua," ungkap Vozoris.

Di samping itu, sebuah studi tahun 2021 juga menemukan, pengguna ganja untuk rekreasi memiliki kadar darah dan urin yang lebih tinggi dari beberapa racun terkait asap seperti naftalena, akrilamida, serta akrilonitril, daripada yang bukan pengguna.

Naftalena telah dikaitkan dengan anemia, kerusakan hati dan saraf.

Sementara akrilamida dan akrilonitril dikaitkan dengan kanker maupun masalah kesehatan lainnya.

Studi lain yang dilakukan tahun lalu pun menemukan, remaja sekitar dua kali lebih berisiko mengi di dada setelah menggunakan vaping ganja daripada setelah merokok atau menggunakan rokok elektrik.

Masalah lain penggunaan ganja

Sejumlah penelitian juga menunjukkan hubungan antara penggunaan ganja dan cedera, baik fisik maupun mental.

Baca juga: Comme des Garcons Bikin Wewangian Berbau Ganja

Sebuah studi pernah menemukan bahwa ganja dapat membuat tidur lebih buruk, terutama untuk pengguna biasa.

Dan untuk penggunaan ganja yang berlebihan oleh remaja maupun dewasa muda, ini bisa menyebabkan gangguan suasana hati — seperti depresi dan gangguan bipolar — yang dikaitkan dengan peningkatan risiko melukai diri sendiri, upaya bunuh diri, dan kematian.

Lalu dalam studi lainnya yang dilakukan pada tahun 2021, pengguna ganja, khususnya remaja, semakin sering muncul di ruang gawat darurat dengan keluhan gangguan usus parah yang dikenal sebagai sindrom hiperemesis ganja atau CHS.

"Kondisi ini menyebabkan mual, sakit perut parah, dan muntah berkepanjangan yang bisa berlangsung berjam-jam."

Demikian penjelasan seorang dokter spesialis pengobatan darurat pediatrik dan ahli toksikologi di Children's Hospital Colorado, Dr Sam Wang kepada CNN.

Sebuah tinjauan yang diterbitkan awal tahun ini juga mengamati penelitian pada lebih dari 43.000 orang.

Baca juga: 5 Negara yang Melegalkan Penggunaan Ganja bagi Warganya

Dari sana ditemukan dampak negatif dari tetrahydrocannabinol atau THC, senyawa psikoaktif utama dalam ganja pada tingkat pemikiran otak yang lebih tinggi.

Bagi kaum muda, dampak ini dapat mengakibatkan penurunan di bidang pendidikan dan bagi orang dewasa bisa menyebabkan kinerja kerja yang buruk, serta mengemudi yang berbahaya.

Vozoris kemudian menambahkan, sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia mulai menipis setelah pandemi Covid-19 melanda.

Untuk itu, dia berharap hasil studi ini dapat mengingatkan berbagai kalangan agar lebih sadar terhadap penggunaan ganja dan bagaimana dampaknya yang dapat meningkatkan risiko rawat inap di rumah sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNN
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com