Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ternyata, Puasa Intermiten Dapat Bantu Sembuhkan Kerusakan Saraf

Kompas.com - 02/07/2022, 11:00 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Meski kerap dinilai kurang baik dalam hal penurunan berat badan, puasa intermiten ternyata dapat memberikan manfaat yang cukup mengejutkan bagi kesehatan sistem saraf.

Hal ini juga ditunjukkan melalui sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature yang dilakukan oleh para peneliti di Imperial College London.

Para peneliti menemukan, puasa intermiten ternyata mampu mengubah aktivitas bakteri usus tikus dan meningkatkan kemampuannya untuk pulih dari kerusakan saraf.

Dalam studi ini, para peneliti mengamati bagaimana puasa intermiten dapat menyebabkan bakteri usus untuk meningkatkan produksi metabolit yang dikenal sebagai 3-Indolepropionic acid atau IPA.

Baca juga: Diet Puasa, Pilihan untuk Turunkan Berat Badan dengan Cepat

Dan pada akhirnya, IPA diperlukan dalam regenerasi serabut saraf yang disebut akson, yakni struktur seperti benang di ujung sel saraf yang mengirimkan elektrokimia ke dalam tubuh.

Mekanisme baru ini memang baru ditemukan pada tikus, tetapi para peneliti berharap agar studi tersebut juga bisa berlaku untuk percobaan pada manusia di masa depan.

Karena Clostridium sporogenesis atau bakteri yang menghasilkan IPA, juga ditemukan secara alami di usus manusia dan ada di dalam aliran darah manusia.

"Saat ini tidak ada pengobatan untuk orang dengan kerusakan saraf di luar rekonstruksi bedah, yang hanya efektif dalam persentase kecil kasus, sehingga mendorong kami untuk menyelidiki apakah perubahan gaya hidup dapat membantu pemulihan."

Demikian penuturan penulis studi dari Imperial's Department of Brain Sciences, Profesor Simone Di Giovanni.

"Puasa intermiten sebelumnya telah dikaitkan dengan perbaikan luka dan pertumbuhan neuron baru."

"Tetapi, penelitian kami adalah yang pertama menjelaskan dengan tepat bagaimana diet ini dapat membantu menyembuhkan saraf," sambung dia.

Baca juga: Diet Puasa Berdampak pada Kesehatan Mental, Bagaimana Bisa?

Puasa sebagai pengobatan yang potensial

Studi ini menilai regenerasi saraf tikus di mana saraf sciatic, saraf terpanjang yang berjalan dari tulang belakang ke bawah kaki, dihancurkan.

Setengah dari tikus menjalani puasa intermiten (dengan makan sebanyak yang disuka dan dilanjutkan dengan tidak makan sama sekali pada hari-hari alternatif), sedangkan setengah lainnya bebas makan tanpa batasan sama sekali.

Diet ini berlanjut selama 10 hari atau 30 hari sebelum operasi dan pemulihan tikus dipantau 24 hingga 72 jam setelah saraf terputus.

Panjang akson yang tumbuh juga kembali diukur dan sekitar 50 persen lebih besar pada tikus yang telah berpuasa.

"Saya pikir kekuatan ini adalah yang membuka bidang baru di mana kita harus bertanya-tanya: apakah ini puncak gunung es?"

"Apakah akan ada bakteri lain atau metabolit bakteri yang dapat mendorong perbaikan?" kata Di Giovanni.

Baca juga: Diet Puasa, Amankah untuk Semua Orang?

Investigasi mengungkapkan hubungan metabolisme

Para peneliti juga mempelajari bagaimana puasa intermiten menyebabkan regenerasi saraf ini.

Mereka menemukan, ada tingkat metabolit spesifik yang secara signifikan lebih tinggi, termasuk IPA, dalam darah tikus yang dibatasi dietnya.

Untuk mengonfirmasi apakah IPA menyebabkan perbaikan saraf, tikus diobati dengan antibiotik untuk membersihkan usus dari bakteri apa pun.

Kemudian, tikus diberi strain clostridium sporogenesis yang dimodifikasi secara genetik yang dapat atau tidak dapat menghasilkan IPA.

"Ketika IPA tidak dapat diproduksi oleh bakteri ini dan hampir tidak ada dalam serum, regenerasi terganggu."

"Ini menunjukkan bahwa IPA yang dihasilkan oleh bakteri ini memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan meregenerasi saraf yang rusak," kata dia.

Yang penting, ketika IPA diberikan kepada tikus secara oral setelah cedera saraf siatik, regenerasi dan peningkatan pemulihan diamati antara 2-3 minggu setelah cedera.

Baca juga: 6 Metode Diet Puasa yang Jadi Primadona

Tahap selanjutnya untuk studi ini adalah menguji mekanisme cedera tulang belakang pada tikus, serta menguji apakah pemberian IPA lebih sering akan memaksimalkan kemanjurannya.

"Salah satu tujuan kami sekarang adalah menyelidiki secara sistematis peran terapi metabolit bakteri," ungkap Di Giovanni.

Selain itu, studi lebih lanjut perlu menyelidiki apakah IPA meningkat setelah puasa intermiten dilakukan pada manusia dan manfaatnya sebagai pengobatan potensial pada manusia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com