Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

"Catcalling", Candaan yang Harus Disikapi dengan Tegas

Kompas.com - 19/07/2022, 21:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Alifia Riski Monika dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Pernahkah kamu berjalan sendiri dan ketika melewati orang lain ada celetukan muncul seperti, “Hai cantik,” atau “Wih rapih banget, mau dianter nggak?” Kejadian seperti itu juga mungkin terjadi saat kamu berada di tempat umum atau bahkan secara virtual.

Perilaku tersebut dinamakan catcalling—yang juga termasuk dalam kategori pelecehan seksual. Umumnya, catcalling dilakukan dengan nada atau gestur menggoda, siulan, hingga teriakan. Kalimat-kalimat yang dicetuskan oleh pelaku atau catcaller didasari karena penampilan seseorang.

Lantas, jika kita pernah mengalami catcalling, bagaimana cara menyikapinya?

Rizqa, Teman Manusia Asa akan mencoba memberi gambaran mengenai catcalling serta cara menghadapi pelaku yang melakukan tindakan tersebut lewat siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Catcalling itu Pelecehan!”.

Siapa pelaku dan korban?

Catcalling tidak memandang gender, perilaku ini mungkin bisa dilakukan oleh laki-laki ke perempuan ataupun dari perempuan ke laki-laki. Setiap gender dapat menjadi korban maupun pelaku.

Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2022, Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) menyebarkan survei kepada 4.236 responden dengan berbagai gender mengenai pelecehan seksual.

Dikatakan bahwa 71,7 persen dari responden yang terdiri dari 3.539 perempuan, 625 laki-laki, serta 72 gender lain di antaranya pernah mengalami pelecehan seksual.

Baca juga: Cara Cerdas Hadapi Body Shaming

Di mana catcalling terjadi?

Tak hanya secara langsung, perilaku ini juga dilanggengkan dalam dunia virtual. Catcalling pada laki-laki dicontohkan Rizqa banyak terjadi di media sosial menggunakan narasi seperti “rahim anget” atau “hamil online”.

Survei yang dilakukan KRPA sendiri juga mengatakan bahwa pelecehan seksual berlangsung secara meluas melalui ruang publik baik langsung maupun daring.

Sebanyak 2.130 responden pernah mengalami pelecehan seksual di tempat umum. Selain itu, pelecehan seksual juga pernah dialami korban lainnya di kawasan pemukiman, transportasi umum, toko, dan tempat kerja. Sedangkan secara daring, paling banyak terjadi di media sosial

Pelecehan seksual secara luring maupun daring yang tercatat, banyak terjadi dalam bentuk siulan dan lontaran komentar atas tubuh seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa catcalling masih kerap terjadi di sekitar kita.

Apa dampak dari perilaku catcalling?

Bagi Rizqa, ketika mengalami celetukan di ruang publik, ia merasa ketakutan serta tidak ingin melewati area itu. Selain itu, sebagai korban yang mengalami hal tersebut secara psikologis juga mengalami dampak buruk.

Dilansir dari Talking Mental Health, pelecehan secara langsung membuat korban merasakan dampak fisik seperti meningkatnya ketegangan otot, sulit bernafas, mati rasa, pusing, gemetar, mual, hingga meningkatnya detak jantung.

Serangan fisik tersebut dikatakan mirip dengan panic attack. Perasaan-perasaan yang berlanjut akibat perbuatan catcalling dapat memicu trauma, kecemasan, serta depresi.

Kalimat-kalimat godaan atau sejenisnya yang dilontarkan pelaku terhadap korban pun dapat memunculkan perasaan marah, bingung, merasa terhina, hingga perasaan takut.

Bagaimana cara menyikapi catcalling?

Munculnya perasaan tak nyaman akibat perilaku catcalling dapat kita manfaatkan dengan cara bersikap tegas terhadap hal tersebut.

Dalam mengungkapkan perasaan tak nyaman, kita harus melihat situasi dan kondisi, misalnya harus dilakukan di tempat umum atau tempat yang ramai. Hal ini dilakukan agar kita memiliki rasa aman untuk menyampaikan ketidaknyamanan.

Baca juga: Perhatikan Hal Ini Sebelum Memilih Klinik Kecantikan

“Untuk kamu jika belum berani speak up dan marah kepada orang-orang yang melakukan catcalling, saran saya adalah bersikap tegas.”

Bagi kalian yang pernah mengalami kejadian catcalling, kalian tidak sendirian. Ada Rizqa dan kawan-kawan lainnya yang juga berjuang untuk menyuarakan ini. Kisah dari Rizqa dapat kalian dengarkan melalui siniar “Catcalling itu Pelecehan!” Kalian juga dapat mendengarkan cerita-cerita lainnya melalui Anyaman Jiwa di Spotify.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com