Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Laurentius Purbo Christianto
Dosen

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Belajar Sabar

Kompas.com - 20/07/2022, 19:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KATA sabar bukan kata yang asing; ia digunakan untuk menguatkan dalam cobaan, meneguhkan tujuan, dan memberi harapan dalam penantian.

Di Indonesia, paling tidak di masyarakat suku Jawa, kata ini sering digunakan. Kalimat “yang sabar ya…” sering terdengar saat kita mengalami kegagalan, penundaan, kehilangan, dan penantian.

Kita tidak jarang menggunakan kata “sabar” bagi orang lain yang terpuruk, gagal, ataupun sedang menunggu.

Sabar merupakan salah satu ajaran dalam berbagai agama. Kata ini tertulis dalam Al-Qur’an, Injil, Kitab Sarasamuccaya di agama Hindu, serta Dhammapada di agama Budha.

Pada berbagai ajaran agama, sabar disebut sebagai karakteristik utama individu yang beriman. Sabar merupakan laku hidup orang beriman sekaligus hasil dari laku hidup doa yang tekun.

Mungkin saja, karena di Indonesia agama menjadi tuntunan hidup banyak orang, maka istilah “sabar” dan “kesabaran” jadi sering digunakan.

Agte dan Chiplonkar (2007) menjelaskan sabar sebagai kemampuan sekaligus kemauan seseorang untuk mengendalikan diri, untuk tenang, serta memberi toleransi saat terjadi penundaan. Kunci dari sabar adalah mau dan mampu.

Seseorang yang mampu mengendalikan diri, tenang, dan memberi tolerasi, belum akan disebut sebagai sosok yang sabar sampai ia mau melakukan hal tersebut;

Begitu juga sebaliknya, banyak dari kita mungkin mau mengendalikan diri, menjadikan diri kita tenang, dan mudah memberi toleransi, tetapi jika tidak mampu melakukannya maka kita belum bisa disebut telah bersabar.

Di Indonesia, sabar tidak hanya disebutkan saat sesuatu tertunda, tetapi juga dikaitkan dengan keterpurukan, perjuangan, serta kehilangan yang dialami seseorang.

Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Subandi (2011) menjelaskan makna sabar yang lebih luas ini.

Hasil penelitian beliau menunjukkan bahwa sabar meliputi lima aspek, yaitu pengendalian diri, ketabahan, kegigihan, sikap tenang, serta penerimaan akan kenyataan yang buruk.

Guna memenuhi kelima aspek tersebut ada berbagai hal yang perlu dimiliki oleh individu.

Aspek pengendalian diri menuntut seseorang untuk mau dan mampu menahan emosi dan keinginan, berpikir panjang, memberi toleransi, serta memaafkan.

Aspek ketabahan menuntut seseorang kuat dan tidak mengeluh saat berada di situasi yang tidak nyaman.

Aspek kegigihan, memerlukan karakteristik diri yang ulet, pekerja keras, dan problem solver. Sikap tenang membutuhkan karakteristik diri yang tidak terburu-buru.

Terakhir, kemampuan dan kemauan menerima kenyataan yang pahit memerlukan diri yang ihlas dan senantiasa bersyukur.

Begitu banyak karakteristik, sifat, dan sikap diri yang perlu dipelajari untuk menjadi orang sabar, sehingga belajar sabar adalah belajar sepanjang rentang waktu kehidupan.

Walaupun proses belajar seumur hidup, tetapi belajar sabar dapat dimulai dengan mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa, serta senantiasa menumbuhkan pikiran positif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sabar terkait dengan kesejahteraan psikologis, sehingga semakin seseorang sabar maka ia akan semakin bahagia.

Sabar mungkin tidak membuat masalah hilang dari hidup kita, tetapi dengan sabar kita dapat semakin tidak bermasalah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com