Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Drs. I Ketut  Suweca, M.Si
PNS dan Dosen Ilmu Komunikasi STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Pencinta dunia literasi

Tips Mengendalikan Rasa Marah

Kompas.com - 22/07/2022, 17:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SALAH satu sifat bawaan manusia yang menyangkut aspek emosi negatif adalah rasa marah, di samping ada juga sifat lainnya seperti rasa iri, dengki, benci, dan lainnya.

Rasa marah kalau dibiarkan terus meningkat tanpa pengendalian akan seperti api disiram dengan minyak: kian membara.

Bersifat potensial

Bisakah sifat negatif itu ditiadakan? Tidak bisa! Sifat marah, sebagaimana emosi negatif lainnya, sifatnya potensial atau terpendam dalam diri setiap individu. Artinya, di dalam diri setiap orang ada sifat-sifat itu, tak terkecuali rasa marah.

Karena sifatnya potensial, maka sekali waktu rasa marah itu bisa muncul ke permukaan. Rasa marah itu muncul dipengaruhi oleh faktor pemantik dari luar.

Kalau pemantiknya tepat, maka rasa marah itu akan tersulut, bahkan bisa meledak secara tiba-tiba. Banyak orang yang gelap mata dan bertindak destruktif lantaran dilatarbelakangi rasa marah ini.

Rasa marah juga tergantung dari kemampuan pengendalian diri seseorang. Orang yang tidak terlatih mengendalikan dirinya cenderung mudah marah. Kesalahan orang lain sekecil apa pun, bisa membuatnya marah.

Mengapa bisa terjadi hal seperti ini? Karena yang bersangkutan sudah memberikan ruang bagi rasa marah itu berkembang biak dalam dirinya.

Bagai rerumputan liar dan gulma di tengah sawah, jika tidak dibersihkan, akan merajalela dan mengerdilkan tanaman padi petani.

Sesungguhnya rasa marah itu bisa dikendalikan. Pengendaliannya dilandasi dengan akal sehat, yaitu dengan memikirkan manfaat dan akibat dari rasa marah itu bagi diri sendiri dan orang lain.

Misalnya dengan bertanya kepada diri sendiri, apakah rasa marah ini perlu diekspresikan? Apakah manfaat kemarahan bagi diriku sendiri dan orang lain?

Tidakkah rasa marah yang kubiarkan berkembang sedemikian rupa akan berakibat terhadap citra diriku? Itulah antara lain hal-hal yang patut dipertimbangkan sebelum menuruti rasa marah itu.

Dengan menimbang akibat yang ditimbulkan, baik besar maupun kecil, maka adalah perlu bagi kita untuk berusaha mengendalikan rasa marah itu.

Pertama, jangan langsung menanggapi.

Apabila ada orang lain melakukan penghinaan, yang banyak terjadi adalah langsung meresponsnya dengan marah, sekaligus membalas dengan mengeluarkan kata-kata kasar. Beberapa orang bertindak lebih jauh lagi: menghajar yang bersangkutan.

Nah, bagi sebagian orang yang sudah mampu mengendalikan dirinya dengan lebih baik, ia akan memilih menahan diri.

Caranya? Ia akan diam sejenak lalu menarik nafas dalam-dalam paling tidak tiga kali. Dalam hati, dia berdoa, 'ya Tuhan kuatkanlah hati hambaMu ini menghadapi penghinaan ini. Hindarkan kami dari tanggapan yang negatif, apa pun bentuknya'.

Nah, dengan menarik nafas dan berdoa sejenak, kita akan bisa segera mengendalikan diri, yakni tidak membalas kata-kata atau perbuatan orang lain dengan respons yang negatif.

Jadi, dengan menahan diri dan berdoa sejenak di dalam hati kita akan terhindar dari kemungkinan berbuat salah.

Kedua, tanggapan mencerminkan kualitas diri.

Kalau kita dihina orang lain, perlukan kita membalas dengan penghinaan juga? Kalau orang lain mencaci-maki kita, perlukah kita mencacinya juga?

Jika kita memandang perlu karena itu sebagai balasan yang sepadan, maka kualitas kita sama saja dengan orang tersebut.

Kualitas diri seseorang diketahui atau diuji bukan pada saat damai dan segala sesuatunya berjalan lancar, melainkan ketika didera masalah.

Temparamen seseorang baru dapat diketahui ketika menghadapi persoalan. Ketika orang merespons persoalan dengan marah-marah, maka dengan mudah kita bisa menduga bahwa orang tersebut tidak bisa mengendalikan kemarahannya.

Sebaliknya, jika yang bersangkutan tetap bersikap tenang ketika menghadapi berbagai persoalan, maka dialah pribadi yang bisa mengendalikan diri dan rasa marahnya. Tidak mudah menjadi individu seperti ini, tetapi mesti terus diusahakan.

Ketiga, menjaga hubungan baik.

Orang yang mudah marah akan sangat sulit menjalin komunikasi dan hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya.

Karena sifat negatifnya itu, maka ia cenderung ditinggalkan oleh orang lain. Apalagi, sebagian dari mereka pernah terluka dengan ucapan si pemarah tersebut.

Tidak ada seorang pun yang suka bergaul dengan atasan atau teman yang mudah marah. Alih-alih merawat hubungan, orang akan lebih memilih menghindar darinya.

Jadi, rasa marah yang dibiarkan tumbuh menjadi kebiasaan, sama sekali tidak baik bagi komunikasi dan hubungan yang sedang dibina. Tidak akan ada merasa nyaman bersahabat dengan orang yang tak mampu mengendalikan dirinya.

Keempat, keadaan di luar kontrol.

Sebagian orang belum menyadari bahwa ada hal yang berada di dalam kontrol atau kendalinya dan sebaliknya. Hal yang berada di dalam kendali antara lain pikiran, perkataan, dan perbuatan sendiri.

Di samping itu, ada pula keadaan yang berada di luar kendali. Misalnya, keadaan di luar diri seperti cuaca, pikiran, perkataan, dan perbuatan orang lain.

Sayangnya, terhadap apa yang berada di luar kendali terkadang kita banyak berharap. Ketika harapan tidak terpenuhi, kita kecewa, bahkan hal ini bisa menjadi sumber kemarahan.

Dengan menyadari bahwa sebagian dari kehidupan kita berada di luar kendali, maka kita tidak perlu banyak berharap terhadapnya. Tidak ada gunanya marah terhadap hal-hal yang berada di luar kendali kita.

Kelima, mempertimbangkan kesehatan.

Menurut pembaca, apa dampak buruk yang ditimbulkan pada mereka yang tidak mampu mengendalikan rasa marahnya?

Dampak negatif pertama adalah terjadi pada psikologi kita. Hati sudah dicekoki oleh kebiasaan marah, sifat negatif ini akan membawa energi negatif pula.

Pikiran dan perasaan menjadi tidak terkendali dan bisa menimbulkan stres yang berlarut-larut.

Tidak hanya psikologis, dampak terhadap kondisi fisik menjadi hal yang nyata. Banyak penyakit yang bermula dari ketidakmampuan seseorang mengendalikan diri yang bersumber dari pikiran dan perasaannya.

Lebih khusus lagi, banyak penyakit yang muncul diakibatkan oleh rasa marah yang dipelihara dalam waktu lama, mulai dari sakit kepala, tekanan darah tinggi, hingga stroke.

Hal-hal itulah yang kiranya bisa dipertimbangkan sebelum membiarkan rasa marah itu berkembang lebih jauh. Sikap tenang, sabar, dan selalu bersyukur sangat diperlukan untuk hidup sehat lahir dan batin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com