KOMPAS.com - Fenomena Citayam Fashion Week mengundang banyak selebritas hingga sosialita untuk ikut tampil di jalanan kawasan Dukuh Atas.
Bahkan, kini banyak merek fesyen juga turut serta memanfaatkan atensi dari fenomena itu untuk dijadikan ajang promosi produk mereka.
Semuanya berusaha eksis di lokasi yang semula hadir sebagai ruang berekspresi para remaja SCBD (Sudirman, Citayam, Bojonggede, Depok) selama setahun belakangan ini.
Ada pun beberapa merek yang ikut mejeng di Citayam Fashion Week ini antara lain Extu Heritage, Epic, Seutail, Floating Female Clotching, Roughneck 1991, Beazt Footwear, dan masih banyak lagi.
Baca juga: Invasi Seleb ke Citayam Fashion Week, Ridwan Kamil Pun Bersuara
Namun, kehadiran dari berbagai merek fesyen maupun public figure tersebut sebagian besar cenderung terlihat hanya sekadar memanfaatkan momen yang sedang ramai.
Kecuali, Beazt Footwear yang sempat menjadikan ajang promosi ini untuk mengedukasi para remaja suburban agar lebih "melek" terhadap penggunaan produk lokal yang orisinal dengan membagi-bagikan sepatu.
View this post on Instagram
Lantas, apakah remaja SCBD benar-benar hanya menjadi obyek untuk promosi dan kepentingan kalangan atas dalam fenomena Citayam Fashion Week ini?
Terlebih, beberapa remaja tidak menyadari bahwa kehadiran mereka yang viral sebenarnya menjadi ladang bisnis atau ditunggangi untuk kepentingan tertentu.
Sementara itu, Salva (12) dan Riska (12) yang datang dari Cawang juga memiliki pendapat yang serupa.
"Orangnya asik asik aja di sini. Tidak apa-apa mau orang selain Citayam juga bisa meramaikan tempat ini," ujar Salva.
"Lebih ramai kayak sekarang ini juga lebih seru," tambah Riska.
Baca juga: BERITA FOTO: Parade Outfit ala Remaja Citayam Fashion Week
Menurut sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Ida Ruwaida, fenomena Citayam Fashion Week ini awalnya diciptakan oleh remaja yang tergolong marginal untuk memanfaatkan fungsi-fungsi sosial dari fasilitas publik.
Kreasi remaja mereka pada dasarnya lebih bersifat alamiah, tanpa dirancang sebelumnya, hanya lebih karena dipicu tampil eksis untuk nongkrong dan berekspresi di ruang terbuka.
Tetapi seiring berjalannya waktu, ruang kreasi remaja marjinal tersebut justru dimanfaatkan kaum kelas menengah atas untuk berbagai kepentingan.
"Meski sebagian kalangan mengklaim akan memfasilitasi remaja tersebut, namun yang terjadi adalah mereka memanfaatkan keterbatasan anak-anak suburban maupun anak-anak kota yang marginal ini untuk kepentingan tertentu," terangnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/7/2022).
Baca juga: Roy Citayam, Sukses Raup Cuan dan Jadwal Kolaborasi Sebulan Penuh
Alih-alih memfasilitasi eksistensi remaja SCBD dengan cara yang unik dan menarik, Ida mengatakan bahwa banyak kalangan menengah ke atas justru mengambil ruang kreasi mereka.
"Sebagian kalangan juga cenderung reaktif dan menstigma latar belakang remaja tersebut sebagai anak pinggiran dan dianggap mengganggu wajah kota, khususnya kehidupan para elit kota," tuturnya.
"Maka dari itu, fenomena ini seharusnya bisa diapresiasi sebagai wujud kemampuan remaja pinggiran maupun kota yang latar sosial ekonominya rendah untuk merespons konteks situasi terkini dengan cara mereka yang lebih kreatif," imbuh Ida.
Baca juga: Citayam Fashion Week Direbut Banyak Pesohor, Netizen: Maling!
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.